BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Bahasa
pertama anak adalah bahasa yang dikenal anak sejak lahir atau disebut bahasa
ibu. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ibu, maka bahasa pertama yang
mempengaruhi pemerolehan bahasa anak adalah bahasa ibu (Dardjowidjojo, 2008:
241). Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila anak yang belum pernah belajar
bahasa apapun, sekarang mulai belajar bahasa untuk pertama kali. Sehubungan
dengan pemerolehan bahasa pertama anak, ada faktor yang mempengaruhi yaitu
perkembangan kognitif anak, perkembangan sosial anak, alat pemerolehan bahasa
yang dibawa anak sejak lahir, dan urutan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan
bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif, seperti
berpikir, membentuk konsep dan mengingat.
Perkembangan
bahasa merupakan refleksi dari perkembangan kognitif, dan perkembangan
kognitiflah yang menuntut kemahiran berbahasa seseorang. Jadi, perkembangan
kognitif merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa
anak. Apabila perkembangan kognitif anak cepat, maka pemerolehan bahasa pun
akan cepat, begitu juga dengan pemerolehan kemampuan-kemampuan lain. Piaget
(dalam Maksan, 1995:15) membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahap.
Tahap pertama disebut tahap sensori-motor yang berkisar dari umur 0;0-2;0
tahun, yang dikenal dengan masa melatih pola aksi. Tahapan ini dibagi atas: (a)
0;0-0;1 anak mengadakan latihan refleks, (2) 0;1-0;4 masa ini ditandai dengan
mengigit jari, (c) 0;4-0;8 mulai terjadi koordinasi penglihatan, (d) 0;8-0;11
masa ini terjadi koordinasi skema aksi, (e) 0;11-1;6 masa ini disebut dengan
skema tingkah laku, dan (f) 1;6-2;0 anak mulai mengerti dengan tindakkan atau
perbuatan. Pada tahap ini, terlihat jelas bahwa perkembangan kognitif anak
mulai terbentuk. Tahap kedua disebut dengan masa praoperasi yang berkisa dari
umur 2;0-7;0 tahun. Tahapan ini juga terbagi atas ; (a) 2;0-4;0 anak sudah
mulai mengerti dengan lambang dan yang dilambangkan, (b) 4;0-5;6 anak sudah
dapat membanding sesuatu, dan (c) 5;6-7;0 anak sudah mulai mengucapkan sesuatu
dengan artikulasi yang tepat. Tahap ketiga, disebut masa operasi konkret yang
berkisa umur 7;0 sampai 12;0 tahun, pada masa ini anak sudah mampu menguasai
struktur linguistik secara umum. Tahap keempat, yaitu masa operasi formal
berkisar umur 12 tahun ke atas, dimana anak sudah bisa memantapkan segala
sesuatu untuk menjadi manusia dewasa.
Hal
ini merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap pemerolehan bahasa anak
dimulai dari 0-5 tahun. Pada rentang usia tersebut, pemerolehan bahasa yang
berupa ujaran anak perlu mendapat perhatian, khususnya pemerolehan semantik.
Pemerolehan semantik merupakan bidang kajian terhadap makna. Pada saat berujar,
makna menjadi pokok permasalahan. Apabila petutur mengerti makna ujaran
penutur, maka komunikasi akan berlangsung. Orang tua harus mengerti makna
tuturan anak agar tahu apa yang dirasakan, diinginkan, dan dibutuhkan oleh
anak. Oleh karena itu makna menjadi konsep utama dalam berkomunikasi.
Makna
menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari situasi linguistik lainnya.
Orang mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan
mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut kepada lawan bicaranya. Jadi,
pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa dengan
maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu.
Perkembangan
bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang sangat aktif dan
pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan berbagai
masalah dalam proses belajar di usia sekolah. Anak yang mengalami keterlambatan
bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan
menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh,
hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda.
Proses pemerolehan bahasa pada anak
tentu tidak terjadi dalam waktu yang singkat, melainkan melewati proses
panjang, yaitu seiring dengan bertambahnya usia anak tersebut. Selama
berlangsungnya proses pemerolehan bahasa, Chomsky memberikan dua proses yang
terjadi yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Proses kompetensi
adalah proses yang berhubungan dengan penguasaan tata bahasa yang berlangsung
secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya
proses perfomansi yang selanjutnya terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan
kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Kompetensi mencakup tiga buah
komponen tata bahasa, yaitu komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen
fonologi. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa juga dibagi menjadi pemerolehan
semantik, pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan fonologi (Chaer
2003:168). Oleh karena itu perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh
untuk dapat menstimulasi perkembanagan bahasa anak usia dini seperti semantik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian semantic?
2. Apasajakah jenis-jenis makna?
3. Apasaja teori-teori semantic?
4. Bagaimana Proses Pemerolehan Kata Pada Anak Secara Semantis?
C.
TUJUAN
Tujuan
dalam makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa pengertian semantic.
2. Untuk mengetahui apasajakah jenis-jenis makna?
3. Untuk mengetahui apasaja teori-teori semantic?
4. Untuk mengetahui bagaimana Proses Pemerolehan Kata Pada Anak
Secara Semantis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SEMANTIK
Semantik
adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang
ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabang-cabang ilmu bahasa
lainnya. Semantik berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Di sini, yang membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi
dua bagian besar yaitu morfologi dan sintaksis termasuk pada tataran gramatika,
sedangkan fonologi dan semantik termasuk pada tataran di luar gramatika.
Sejak
Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka
studi semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semakin
diperhatikan. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi
objek studi yang setaraf dengan bidang-bidang studi linguistik lainnya, baik
fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Berbagai teori tentang makna mulai
bermunculan, Ferdinand de Saussure, dengan teorinya bahwa tanda linguistic
(signe linguistique) terdiri atas komponen signifian dan signifie. Selanjutnya,
Hockett (1954) dalam Chaer (1994), menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem
yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri atas lima
subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem
morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Chomsky sendiri, dalam
bukunya yang pertama tidak menyinggung-nyinggung masalah makna, baru pada buku
yang kedua, (1965), menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen
dari tata bahasa, di samping dua komponen lain yaitu sintaksis dan fonologi,
serta makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik.
Pandangan
yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam
mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru
diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas
cakupannya.
1. Charles Morrist
Mengemukakan
bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang
merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar;
1981:9
Mengemukakan
bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974:
1
Semantik
adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang
sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa
sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk,
1979: 195)
Semantik
mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila
dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika
(Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik
adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan
proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik
adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik
adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga)
tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Setiap
anak memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami suatu tuturan tergantung
perkembangan psikologis anak. Setiap anak mempunyai cara tersendiri dalam
memahami makna kata. Pada awalnya dalam kehidupan seorang bayi menghabiskan
waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada
di sekitar kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui seluruh panca
inderanya. Apa yang diamati dan dikumpulkan itu menjadi “pengetahuan dunianya”.
Berdasarkan pengetahuan dunianya inilah si bayi memperoleh semantik bahasa
dunianya dengan cara meletakkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa
tertentu (Chaer, 2003: 194).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2007), Semantik adalah
1)
ilmu
tentang kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti
kata.
2)
Bagian
struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau struktur
makna suatu wicara.
Sehingga semantik dapat
disimpulkan sebagai cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik
sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabang-cabang
ilmu bahasa lainnya. Dalam
kajian semantik bahasa anak dibawah 5 tahun, Definisi kata benda anak usia ini
meliputi properti fisik seperti bentuk, ukuran ,warna dan bunyi. Definisi kata
kerja anak pra sekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang
lebih besar. Anak pra sekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana,
untuk apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan
bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses.
Bidang
semantik meliputi kemampuan anak dalam memahami ujaran lawan bicaranya, seperti
kemampuan memahami makna kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya. Dari mulai
usia dua tahun seorang anak sudah mampu memahami beberapa kosa kata yang di
ucapkan lawan bicaranya. Salah satu golongan kosakata yang dikuasai oleh anak
adalah golongan kelas kata nomina terutama yang akrab dengan tempat tinggalnya.
Apabila
seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuk-bentuknya benar, ini belum
berarti ia telah menguasai bahasa pertamanya itu, karena dapat saja ia memberi
arti yang lain pada kalimat-kalimat yang diucapkanya itu. Namun sebaliknya ada
juga kecendurungan, walaupun seorang anak sudah memahami tentang arti suatu
kata tetapi ia mengucapkan kosa kata tersebut menjadi berbeda atau tidak sesuai
dengan kosakata yang sebenarnya.
B.
JENIS – JENIS MAKNA
1.
Makna
Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, yang sesuai
dengan hasil observasi indera kita, makna apa adanya, makna yang ada di dalam
kamus.
Misalnya, kuda bermakna leksikal sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai.
2.
Makna
Gramatikal
Makna gramatikal terjadi apabila terdapat proses afiksasi,
reduplikasi, komposisi dan kalimatisasi.
Misalnya, berkuda, kata dasar kuda berawalan
ber- yang bermakna mengendarai kuda.
3.
Makna
Kontekstual
Makna sebuah kata yang berada di dalam suatu konteks.
Misalnya: Rambut di kepala nenek belum ada yang putih (bermakna
kepala). Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
Makna konteks dapat juga berkenaan
dengan konteks situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa
itu, misalnya: tiga kali empat berapa? Pertanyaan tersebut apabila dilontarkan
kepada anak SD jawabannya adalah dua belas, tetapi apabila dilontarkan kepada
tukang cetak foto jawabanya adalah dua ratus atau tiga ratus, karena pertanyaan
tesebut mengacu pada biaya pembuatan pas photo yang berukuran tiga kali empat
centimeter.
4.
Makna
referansial
Adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau
referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena
memiliki acuan. Misalnya :
1)
orang
itu menampar orang
2)
orang
itu menampar dirinya
Pada
(1) orang1 dibedakan maknanya dari orang 2 karena orang 1 sebagai pelaku dan
orang 2 sebagai pengalam, sedangkan pada (2) orang memiliki makna referensial
yang sama dengan orang 1 dan orang 2 karena mengacu kepada konsep yang
sama.
5.
Makna
kognitif disebut juga makna denotative
Adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep
dengan dunia kenyataan. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang
menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna
kognitifnya, antara lain itu, ini, ke sana, ke sini.
Misalnya orang itu mata duitan.
6.
Makna
konotatif
Adalah makna yang bersifat negatif, misalnya berbunga-bunga
sampai tidak tahu sedangkan makna sedangkan makna emotif adalah makna yang
bersifat positif, misalnya dia adalah bunga di kampung itu.
7.
Makna
konseptual
Adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
sebuah konteks atau asosiasi apa pun.
Misalnya kata kuda memiliki makna konseptual sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai.
8.
Makna
asosiatif
Adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa.
Misalnya kata melati berasosiasi dengan suci atau kesucian,
kata merah berasosiasi dengan berani.
9.
Makna
idiom
Adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata.
Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna
berlainan.
misalnya meja hijau bermakna pengadilan,
membanting tulang bermakna bekerja keras.
10. Makna pribahasa
Adalah makna yang hampir mirip dengan makna idiom, akan
tetapi terdapat perbedaan, makna pribahasa adalah makna yang masih dapat
ditelusuri dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli
dengan maknanya sebagai pribahasa, sedangkan makna idiom tidak dapat
diramalkan.
Misalnya, seperti anjing dan kucing yang bermakna dua orang
yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya
anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
C.
TEORI SEMANTIK
Berkaitan
dengan pemerolehan kata secara semantis, terdapat beberapa teori mengenai
proses pemerolehan semantik, yakni: (a) teori hipotesis fitur semantik, (b)
teori hipotesis hubungan-hubungan gramatikal, (c) teori hipotesis generalisasi
dan (d) teori hipotesis primitif universal.
1) Teori
Hipotesis Fitur Semantik
Menurut
beberapa ahli psikologi perkembangan, anak-anak memperoleh makna suatu kata
dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu persatu sampai semua
fitur semantik itu dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang dewasa (Mc. Neil,
1970, Clark, 1977 dalam Chaer, 2009 : 195). Clark memberi contoh, pada mulanya
anak-anak yang berbahasa Inggris menyebut semua binatang berkaki empat doggie atau kitty karena
pada mulanya anak-anak itu hanya menguasai beberapa fitur semantik saja, yakni
[+human], [+animal], dan [+four legs]. Lama-kelamaan fitur-fitur semantik lain
juga dikuasai sehingga pada umur tertentu anak-anak dapat membedakan doggi dan kitty.
Jadi,
ketika orang dewasa mengucapkan kata-kata baru dalam konteks dan situasi yang
dikenal oleh kanak-kanak, maka pengenalan ini akan menolong kanak-kanak itu
untuk memperoleh makna kata-kata itu berdasarkan bentuk, ukuran, bunyi, rasa,
gerak, dan lain-lain dari kata-kata baru itu. Lalu, karena hanya beberapa fitur
semantik yang digunakan oleh anak-anak untuk memperoleh makna kata pada tahap
permulaan ini (antar satu sampai dua tahun setengah), maka penerapan berlebihan
dari makna-makna ini tidak dapat dielakkan dan ini merupakan ciri khas
pemerolehan makna oleh anak-anak. Dalam hal ini Clark memberikan contoh
kata apel yang memiliki fitur semantik [+kecil] dan [+bundar].
Fitur semantik ini yang didasarkan pada ukuran dan bentuk, oleh anak-anak
kemudian digunakan juga pada benda-benda yang kecil dan bundar seperti
tombol pintu, bola karet, dan lain-lain.
Selain
memperoleh makna kata-kata yang terpisah, anak-anak juga memperoleh makna
kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau medan semantik, yakni
kata-kata yang maknanya saling berkaitan (lihat Chaer, 1990, 1995). Umpamanya
kata bawang, cabe, garam, terasi, dan jahe adalah
kata-kata yang berada dalam satu medan semafitik karena kelimanya menyatakan
makna 'bumbu dapur'. Kata-kata seperti itu dipelajari oleh anak-anak
berdasarkan beberapa kata yang mempunyai fitur-fitur persepsi dan kategori yang
sama.
Clark
(1977) secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam
empat tahap yaitu sebagai berikut:
a)
Tahap
Penyempitan Makna Kata
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah
tahun (1:0 - 1:6). Pada tahap ini anak-anak menganggap satu benda tertentu yang
dicakup oleh satu makna menjadi nama dari benda itu Jadi, yang disebut meong hanyalah
kucing yang dipelihara di rumah saja. Begitu juga guk-guk hanyalah
anjing yang ada di rumahnya saja. Tidak termasuk yang berada di luar rumah si
anak.
b)
Tahap
Generalisasi Berlebihan
Tahap ini
berlangsung antara usia satu tahun setengah sampai dua tahun setengah (1,5 –
2,5tahun). Pada tahap ini anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata
secara berlebihan. Jadi, yang dimaksud dengan anjing atau gukguk dan kucing atau meong adalah
semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing dan kerbau.
c)
Tahap
Medan Semantik
Tahap ini
berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun (2,5 – 5
tahun). Pada tahap ini anak-anak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan
ke dalam satu medan semantik. Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna
kata-kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit setelah
kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh
anak-anak. Misalnya, pada awalnyanya
kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat; namun,
setelah mereka mengenai kata kuda, kambing, dan harimau, maka
kata anjing hanya berlaku untuk anjing saja.
d) Tahap
Generalisasi
Tahap ini
berlangsung setelah anak-anak berusia berusia antara lima tahun sampai tujuh
tahun (5-7). Pada tahap ini anak-anak telah mulai mampu mengenai benda-benda
yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur
semantik yang sama. Misalnya, mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan
hewan yaitu semua makhluk yang termasuk hewan seperti kambing, kucing, dll.
2) Teori
Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal
Teori
hipotesis hubungan-hubungan gramatikal ini diperkenalkan oleh Mc. Neil (1970).
Menurut Mc. Neil pada waktu dilahirkan anak-kanak telah dilengkapi dengan hubungan-hubungan
gramatikal dalam nurani. Oleh karena itu, anak-anak pada awal proses
pemerolehan bahasanya telah berusaha membentuk satu "kamus
makna kalimat" (sentences-meaning dictionary), yaitu
setiap butir leksikal dicantumkan dengan semua hubungan gramatikal yang
digunakan secara lengkap pada tahap holofrasis. Pada tahap holofrasis ini
anak-anak belum mampu menguasai fitur-fitur semantik karena terlalu membebani
ingatan mereka. Jadi, pada awal pemerolehan semantik hubungan-hubungan
gramatikal inilah yang paling penting karena telah tersedia secara nurani sejak
lahir. Sedangkan fitur-fitur semantik hanya perlu pada tahap lanjutan
pemerolehan semantik ini.
Penyesuaian
kamus makna kata ini merupakan perkembangan kosakata kanak-kanak yang dilakukan
secara horizontal atau secara vertikal. Secara horizontal artinya pada
mulanya kanak-kanak hanya memasukkan beberapa fitur semantik untuk setiap butir
leksikal ke dalam kamusnya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya barulah
terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-angsur. Secara
vertikal, artinya anak-anak secara serentak memasukkan semua fitur semantik
sebuah kata ke dalam kamusnya; tetapi kata-kata itu terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini berarti fitur-fitur semantik anak-anak itu sama dengan
fitur-fitur semantik orang dewasa.
3) Teori
Hipotesis Generalisasi
Teori
hipotesis generalisasi ini diperkenalkan oleh Anglin (1975, 1977). Menurut
Anglin perkembangan semantik kanak-kanak mengikuti satu proses generalisasi,
yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-hubungan semantik antara nama-nama
benda (kata-kata) mulai dari yang konkret sampai pada yang abstrak. Pada tahap
permulaan pemerolehan semantik ini anak-anak hanya mampu menyadari
hubungan-hubungan konkret yang khusus di antara benda-benda itu. Bila usianya
bertambah mereka membuat generalisasi terhadap kategori-kategori abstrak yang
lebih jelas. Misalnya, pada awal perkembangan pemerolehan semantik anak-anak
telah mengetahui kata-kata melati dan mawar melalui
hubungan konkret antara kata itu dengan bunga-bunga tersebut.
Pada
tahap berikutnya setelah mereka semakin matang, mereka akan menggolongkan
kata-kata tersebut dengan kata yang lebih tinggi kelasnya atau melalui
generalisasi yaitu bunga. Selanjutnya, setelah usia mereka semakin
bertambah, maka mereka pun akan memasukkan bunga ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih tinggi, yaitu tumbuh-tumbuhan.
4) Teori
Hipotesis Primitif Universal
Teori
ini mula-mula diperkenalkan oleh Postal (1966), lalu dikembangkan oleh
Bierwisch (1970) dengan lebih terperinci. Menurut Postal semua bahasa yang ada
di dunia ini dilandasi oleh satu perangkat primitif-primitif semantik universal
(yang kira-kira sama dengan penanda-penanda semantik dan fitur-fitur semantik).
Selanjutnya
Bierwisch menyatakan bahwa primitif-primitif semantik atau komponen-komponen
atau fitur-fitur semantik ini mewakili kategori-kategori atau prinsip-prinsip
yang sudah ada sejak awal yang digunakan oleh manusia untuk
menggolong-golongkan struktur benda-benda atau situasi-situasi yang diamati
oleh manusia itu.
Dalam
pemerolehan makna kanak-kanak tidak perlu mempelajari komponen-komponen makna
itu karena komponen-komponen makna itu telah tersedia sejak dia lahir. Sesuatu
yang perlu dipelajari adalah hubungan-hubungan komponen ini dengan
"milik-milik" fonologi dan sintaksis, bahasanya. Ini berarti, bahwa
manusia menafsirkan semua yang diamatinya berdasarkan primitif-primitif
semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Dengan demikian, hipotesis primitif-primitif
universal ini mau tidak mau harus menghubungkan perkembangan semantik
kanak-kanak dengan perkembangan kognitif umum kanak-kanak itu.
D.
PROSES
PEMEROLEHAN KATA PADA ANAK SECARA SEMANTIS
Setiap
anak memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami suatu tuturan tergantung
perkembangan psikologis anak. Setiap anak mempunyai cara tersendiri dalam
memahami makna kata. Pada awalnya dalam kehidupan seorang bayi menghabiskan
waktunya untuk mengamati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada
di sekitar kehidupannya. Pengamatan ini dilakukan melalui seluruh panca
inderanya. Apa yang diamati dan dikumpulkan itu menjadi “pengetahuan dunianya”.
Berdasarkan pengetahuan dunianya inilah si bayi memperoleh semantik bahasa
dunianya dengan cara meletakkan “makna” yang tetap kepada urutan bunyi bahasa
tertentu (Chaer, 2003: 194).
Bidang
semantik meliputi kemampuan anak dalam memahami ujaran lawan bicaranya, seperti
kemampuan memahami makna kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya. Dari mulai
usia dua tahun seorang anak sudah mampu memahami beberapa kosa kata yang di
ucapkan lawan bicaranya. Salah satu golongan kosakata yang dikuasai oleh anak
adalah golongan kelas kata nomina terutama yang akrab dengan tempat tinggalnya.
Apabila
seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuk-bentuknya benar, ini belum
berarti ia telah menguasai bahasa pertamanya itu, karena bisa saja ia memberi
arti yang lain pada kalimat-kalimat yang diucapkanya itu. Namun sebaliknya ada
juga kecendurungan, walaupun seorang anak sudah memahami tentang arti suatu
kata tetapi ia mengucapkan kosa kata tersebut menjadi berbeda atau tidak sesuai
dengan kosakata yang sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
Semantik adalah cabang
linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu bahasa
mempunyai kedudukan yang sama dengan cabangcabang ilmu bahasa lainnya. Semantik
berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang
membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian
besar yaitu morfologi dan sintaksis termasuk pada tataran gramatika, sedangkan
fonologi dan semantik termasuk pada tataran di luar gramatika.
Jenis – jenis makna
dalam semantic yaitu: makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, makna
referansial, makna kognitif disebut juga makna denotative, makna konotatif , makna
konseptual, makna asosiatif, makna idiom, makna pribahasa.
Terdapat beberapa teori mengenai
proses pemerolehan semantik, yakni: (a) teori hipotesis fitur semantik, (b)
teori hipotesis hubungan-hubungan gramatikal, (c) teori hipotesis generalisasi
dan (d) teori hipotesis primitif universal.
Apabila seorang anak menggunakan
ujaran-ujaran yang bentuk-bentuknya benar, ini belum berarti ia telah menguasai
bahasa pertamanya itu, karena bisa saja ia memberi arti yang lain pada
kalimat-kalimat yang diucapkanya itu. Namun sebaliknya ada juga kecendurungan,
walaupun seorang anak sudah memahami tentang arti suatu kata tetapi ia
mengucapkan kosa kata tersebut menjadi berbeda atau tidak sesuai dengan
kosakata yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Darjowidjojo,
Soenjono. 2003. Psikolinguistik:
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Unika Atama Jaya
Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-Dasar
Linguistik Umum. Jakarta: FS UI.
Maksan,
Marjusman. 1995. Psikolinguistik.
Padang: IKIP Padang Prees.