BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap individu membutuhkan pendidikan karena
pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi
perkembangan manusia dalam seluruh aspek kehidupan dan kepribadiannya.
Pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia atau upaya
membantu manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat
kemanusiaannya (Wahyudin, dkk., 2008:1.1).
Pengertian tersebut mirip dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Driyarkara (dalam Mikarsa, dkk., 2009:1.2) menyatakan
bahwa pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan
manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan di dalam seluruh proses atau
upaya pendidikan. Sehingga sebagai upaya
membantu manusia agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaanya maka
pendidikan sewajarnya diupayakan dengan tujuan untuk membantu mengembangkan
berbagai potensi yang ada pada manusia.
Untuk mengupayakan suatu pendidikan potensi
manusia perlu adanya kesadaran dalam menerima suatu pendidikan. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaliakn diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara (Pasal 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Pendapat lain tentang definisi dari
pendidikan juga dikemukakan oleh G. Thomson (dalam Mikarsa, dkk., 2009:1.3)
yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan, pemikiran,
sikap-sikap, dan tingkah laku.
Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan memiliki unsur umum dan ciri dalam
pendidikan, yaitu:
1.
Pendidikan harus mempunyai tujuan yang dapat mengembangkan potensi
individu yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
2.
Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan perlu adanya kesengjaan secara
sadar dan terencana yang meliputi upaya bimbingan, pengajaran, dan pelatihan.
3.
Kegiatan tersebut harus diwujudkan di dalam lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat yang lazim dengan pendidikan formal, informal dan nonformal.
Setiap individu berhak mendapatkan pendidkan.
Pendidikan tidak hanya dibutuhkan untuk orang dewasa saja melainkan anak usia
dini juga membutuhkan pendidikan untuk bekal masa depan mereka. Seperti yang
dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang berkaitan dengan PAUD pada bab I pasal I ayat 14 yang berbunyi
bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukkkan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas dalam
Sujiono, 2009:6).
Sedangkan pada pasal 28 tentang PAUD
dinyatakan bahwa: PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, PAUD
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau
informal, PAUD jalur formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, PAUD
nonformal : KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, PAUD jalur Informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan dan,
ketentuan mengenai PAUD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Program pendidikan untuk anak
merupakan salah satu unsur atau komponen dalam penyelenggaraan pendidikan anak
usia dini, keberadaam program ini sangat penting sebab melalui program inilah
semua rencana, pelaksanaan, pengembangan, penilaian dikendalikan. Dalam hal ini
penyelenggaraan pendidikan yang dinaungi oleh Departemen Pendidikan Nasional
yaitu TK (Taman Kanak-kanak) juga ikut serta menyukseskan program pendidikan
anak usia dini.
Kenyataan menunjukkan bahwa
pembelajaran di kelompok B TK Handayani Plaosan Kabupaten Magetan seringkali kurang menarik bagi anak.
Ada beberapa hal yang menyebabkan demikian, diantaranya adalah bahasa tubuh
guru yang masih kaku, penyajian yang kurang menarik, dan alat peraga yang
sangat minim. Sehingga dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) guru dan anak
didik kurang begitu semangat anak cenderung bosan dengan tugas yang diberikan
dan akhirnya menyepelekkan pelajaran akibatnya proses KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar) terhambat dan kurang maksimal. Karena minimnya alat peraga di kelompok B TK Handayani Plaosan Kabupaten Magetan kegiatan berhitung hanya
menggunakan media papan tulis dan pohon hitung saja. Hal ini sangat
mempengaruhi tingkat belajar, semangat dan kemampuan anak dalam pembelajaran
berhitung. Ini dibuktikan dengan hasil pekerjaan anak pada tiap tengah
semester. Dari 21 anak hanya 10 anak yang sudah mampu berhitung sebagian
lainnya masih perlu bimbingan guru ternyata anak yang belum mampu berhitung
belum dapat menggunakan media yaitu dengan menggunakan jari-jari tangan.
Sebagai guru TK menyadari bahwa
pendidikan di tingkat TK, media (alat peraga) sangat diperlukan. Karena
pembelajaran di TK disampaikan dengan cara bermain maka dengan melakukan
penelitian tindakan kelas yang bertujuan dapat memperbaiki kemampuan berhitung
anak kelompok B TK Handayani Plaosan Kabupaten Magetan Tahun
Ajaran 2012/2013.
Dari Maria Montesori berpendapat
bahwa anak-anak belajar melalui tangannya. Karena itulah, bila guru menjelaskan
sebuah materi diharapkan anak-anak mengenal yang konkret, semi abstrak dan
abstrak. Montesori berprinsip pendidikan harus berpegang pada keseimbangan
(cosmic plan). Karena itu dia menciptakan alat peraga yang berupa duplikasi.
Untuk menjelaskan tentang pohon, guru tidak harus menebang pohon melainkan
dengan alat peraga.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
maka penulis mengambil judul “Upaya Meningkatkan Berhitung Permulaan
Menggunakan Strategi Bermain Stick Angka di TK Kelompok B
Handayani Plaosan Kabupaten Magetan Tahun Ajaran 2012/2013”.
B. IDENTIFIKASI
MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah diatas, maka identifikasi masalah dalam kegiatan belajar mengajar
sebagai berikut :
1.
Anak didik kurang menyukai pelajaran berhitung.
2.
Rendahnya minat terhadap pelajaran berhitung
3.
Kurangnya media (alat peraga) dalam pelajaran berhitung
C. PEMBATASAN
MASALAH
Berdasarkan
uraian diatas, sebagai berikut :
1.
Apakah guru sudah menggunakan alat peraga atau media dengan sesuai ?
2.
Apakah kondisi awal anak didik untuk mengikuti pelajaran berhitung sudah
memadai ?
D. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah yang
akan menjadi fokus dari perbaikan pembelajaran yaitu:
“Apakah
menggunakan strategi bermain stick angka dapat meningkatkan kemampuan berhitung
permulaan pada anak usia dini di TK Handayani Plaosan Kabupaten Magetan
Tahun Ajaran 2012/2013”?
E. TUJUAN
PENELITIAN
Masalah yang
diteliti penulis yaitu Upaya Meningkatkan Berhitung
Permulaan Menggunakan Strategi Bermain Stick Angka di TK Kelompok B Handayani Plaosan Kabupaten
Magetan Tahun Ajaran 2012/2013
bertujuan :
1. Secara Umum
Untuk memperoleh gambaran
kemampuan Berhitung Permulaan Menggunakan Strategi Bermain Stick Angka di TK Kelompok B Handayani Plaosan Kabupaten
Magetan Tahun Ajaran 2012/2013.
2.
Secara Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran yang objektif mengenai Upaya
Meningkatkan Berhitung Permulaan Menggunakan Strategi Bermain Stick Angka di TK Kelompok B Handayani Plaosan Kabupaten
Magetan Tahun Ajaran 2012/2013.
F. MANFAAT
PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah :
1.
Manfaat Teoritis
a. Sebagai
pendorong untuk pelaksanaan pendidikan sehingga menjadi
pengetahuan bagi orang tua dan guru.
b. Sebagai
informasi pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan
berhitung pada anak.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi anak didik
1.
Membantu anak menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit.
2.
Mendorong semangat belajar anak didik terhadap kegiatan berhitung.
3.
Menanamkan pengertian bilangan dan kecakapan dasar berhitung.
4. Memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan
kritis
dalam memecahkan masalah yang dihadapi dikehidupan
sehari-hari baik
sekarang dan masa mendatang.
b.
Bagi guru
1.
Memudahkan guru untuk melatih ketrampilan dan kesabaran dalam
mengajarkan pelajaran berhitung.
2.
Guru dapat menerapkan pelajaran berhitung dengan menggunakan
strategi bermain stick angka.
3.
Membangkitkan kreativitas guru dalam menerapkan dan menciptakan inovasi dalam
kegiatan pembelajaran.
c.
Bagi sekolah
1.
Kegiatan pembelajaran di kelas akan lebih efektif dan efisien.
2.
Sekolah akan mampu mengembangkan model-model pembelajaran.
3.
Sekolah akan mampu menghasilkan sumber daya yang berkualitas.
4. Mengembangkan
kemampuan dan sikap nasional, ekonomis dan
menghargai waktu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1.
Hakikat Berhitung Permulaan
a.
Pengertian Berhitung Permulaan
The principles
and strandards for school mathematics (prinsip dan standar untuk matematika
sekolah), yang dikembangkan oleh kelompok pendidik dari national council of
Teacher of mathematics (NCTM, 2000) memaparkan harapannya matematika untuk anak
usia dini adalah, konsep-konsep yang bisa dipahami anak usia dini antara lain: (1) bilangan, (2) pola, (3)
geometri, (4) ukuran, (5) estimasi, (6) statistik, (7) klasifikasi, (8)
pemecahan masalah.
Berhitung
adalah usaha melakukan, mengerjakan hitungan seperti menjumlah, mengurangi
serta memanipulasi bilangan-bilangan dan lambang-lambang matematika, sedangkan
untuk mengetahui tingkat kemampuan berhitung siswa digunakan metode tes.
Metode tes
adalah serentetan pertanyan atau latihan atau alat lain yang digunakan pada
lingkup perkembangan. Metode tes adalah termasuk metode non eksperimental.
Berikut ini adalah metode-metode eksperimental antara lain :
a.
Metode pengamatan, suatu cara untuk mencatat tingkah laku
tertentu
dari
orang yang diamati dengan menggunakan pedoman observasi.
b.
Metode survei, suatu metode yang digunakan untuk mempelajari
beberapa
masalah yang sulit dipelajari melalui metode pengamatan dan menggunakan
kuesioner atau wawancara.
c.
Metode klinis, suatu metode yang digunakan untuk mengamati
seseorang
di tempat khusus yang telah disediakan, sehingga dapat diketahui
perilaku-perilaku dan pernyataan-pernyataannya yang spontan dengan tujuan
paedagogis atau medis.
d.
Metode angket, suatu cara dengan menggunakan
daftar pertanyaan atau pertanyaan yang
diberikan kepada sejumlah orang yang harus dijawab, untuk kemudian dicari
simpulan umum.
e. Metode wawancara,
suatu cara untuk menggali pendapat, perasaan, sikap, pandangan, proses
berpikir, proses penginderaan dan berbagai hal yang merupakan tingkah laku
covert yang tidak dapat ditangkap langsung oleh atau melalui metode observasi.
f. Metode sejarah
kehidupan, suatu metode yang digunakan untuk mengetahui tingkah laku seseorang
dengan segala latar belakangnya. Melalui penelitian buku harian atau wawancara
tentang masa lalu subjek.
g. Metode tes
(pemeriksaan psikologis), suatu metode yang digunakan untuk memeriksa hal-hal
yang tidak dapat diketahui dengan metode-metode lain, seperti IQ, kepribadian,
arah minat, kecemasan dengan menggunakan tes psikodiagnostik.
Minat
penelitian ilmiah tentang anak mendapat dorongan yang besar setelah G. Stanley
Hall mengawali penelitiannya tentang konsep anak (1891) dengan tekanan bahwa
anak bukan orang dewasa kecil. Pandangan ini diterima oleh murid-muridnya yang
tidak lama kemudian diikuti oleh banyak psikolog dan ahli pendidikan.
2.
Beberapa teori yang mendasari perlunya permainan berhitung
di taman
kanak-kanak
sebagai berikut :
a.
Tingkat perkembangan mental anak
Jean
Piaget, menyatakan bahwa kegiatan belajar memerlukan kesiapan dalam pendidikan
anak. Artinya belajar sebgai proses membutuhkan aktivitas baik fisik maupun
psikis. Selain itu kegiatan belajar pada anak harus disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan.
Anak
usia TK berada pada tahapan pra operasional kongkret dan berpikir intuitif
dimana anak mampu mempertimbangkan tentang besar, bentuk dan benda-benda
didasarkan pada interprestasi dan pengalamannya (persepsi sendiri).
b.
Masa peka berhitung pada anak
Perkembangan
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukkan
masa peka (kematangan) untuk berhitung, maka orang tua dan guru harus tanggap,
untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat
terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan
berhitung yang optimal.
Anak
usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung di jalur
matematika. Karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dan
lingkungan. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat
stimulasi / rangsangan / motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya.
c.
Perkembangan awal menentukan perkembangan anak selanjutnya
Hurlock
(1993) mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan
peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Anak yang mengalami masa bahagia
berarti terpenuhinya segala kebutuhan baik fisik maupun psikis di awal
perkembangannya diamalkan akan sangat melaksanakan tugas-tugas perkembangan
selanjutnya.
Dalam
studi klinis sejak bayi hingga dewasa yang dilakukan oleh Erikson (dalam
Elizabet B. Hurlock, 1978 : 26) menyimpulkan bahwa “masa kanak-kanak
merupakan gambaran awal manusia, tempat dimana kebaikan dan sifat buruk akan
berkembang mewujudkan diri, meskipun lambat tetapi pasti”.
Selanjutnya
Erikson menerangkan, apa yang akan dipelajari seorang anak tergantung bagaimana
orang tua memenuhi kebutuhan anak akan makanan, perhatian, cinta kasih. Sekali
ia belajar, sikap demikian akan mewarnai persepsi individu akan masyarakat dan
suasana sepanjang hidup.
Crumley.F.E.
dkk, Gagne R.M. dan Smith, dkk (dalam Elizabeth B Hurlock, 1978 : 26)
menunjukkan bukti bahwa sejarah anak yang mempunyai kesulitan penyesuaian sejak
tahun-tahun prasekolah hingga sekolah menengah atau universitas telah
memperlihatkan bahwa banyak diantara mereka sangat buruk penyesuaian dirinya
pada masa kecil hingga tidak pernah dalam suatu kelompok atau mempunyai banyak
teman. Sebagai tambahan, banyak diantaranya menderita kesulitan berbicara,
sekolah, serta enuretik dan keluarga mereka menganggapnya sebagai “anak yang
penuh masalah”. Dari studi riwayat anak nakal, Glueck (dalam Elizabeth B
Hurlock, 1978 : 26) menyimpulkan bahwa remaja yang berpotensi menjadi nakal,
dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga tahun karena perilaku anti
sosialnya.
B. Hakikat Matematika Usia Dini
Dalam pembelajaran matematika
terdapat banyak keterampilan yang dapat dikuasai anak didik. Namun, bagi usia
dini khususnya anak TK, keterampilan matematika yang dapat diajarkan pada
mereka tidak sebanyak dan sesulit anak-anak di atas usianya. Adapun
keterampilan yang dapat dilatih bagi anak-anak TK antara lain :
1.
Mencacah
Mencacah
merupakan dasar bagi semua pekerjaan yang berkaitan dengan bilangan. Ada 4 hal
yang harus diperhatikan dalam kegiatan mencacah, yaitu :
a.
Anak-anak perlu belajar mengetahui nama bilangan satu, dua,
tiga, empat
dan
seterusnya.
b.
Anak-anak harus belajar bahwa kita mencacah satu bilangan
untuk setiap
benda
tanpa boleh ada yang ketinggalan atau tercacah lebih dari sekali.
c.
Jawaban terhadap pertanyaan “Ada berapa ?” atau “Berapa
banyaknya?”
adalah
satu bilangan : misalnya tiga, bukan satu, dua, tiga.
d.
Banyaknya bilangan
tetap sama, tidak berubah, darimana kita mulai mencacah dan bagaimanapun
benda-benda itu tersusun.
Cara
terbaik mencacah benda adalah dengan menunjukkan ke benda tersebut atau
memegang dan memindahkannya. Kegiatan mencacah menggunakan buku, maka anak
dapat diminta mencoret setiap benda yang sudah dicacah atau menutupinya dengan
sesuatu, untuk menjamin bahwa setiap benda dicacah tepat sekali. (Yulvia Sari,
2006).
2.
Membuat Pola
Pola
merupakan urutan dari warna, bentuk, benda, suara atau gerakan-gerakan yang
dilakukan berulang kali. Adapun beberapa macam pola, diantaranya :
a. Pola Visual
Pola visual merupakan pola yang tampak atau jelas dilihat
oleh mata.
Pola
visual biasanya terdapat pada bahan-bahan atau kain-kain.
b. Pola Auditori
Pola auditori atau pendengaran biasanya ditemukan dalam
melodi musik, tepuk tangan dan pengulangan bahasa atau suara-suara dari cerita
atau permainan jari dan suara binatang seperti kucing, kambing dan yang
lainnya.
c.
Pola Physic
Pola
physic atau gerak terdapat dalam tarian, dan gerakan-gerakan
yang
berurutan.
Belajar
dengan macam pola juga dapat membantu anak untuk mengembangkan keterampilan
berpikir seperti menganalisa (menguraikan) dan membuat sintesis (paduan
beberapa pengertian) dan mengasah keterampilan bahasa matematika.
Hal-hal
yang perlu diingat dalam belajar tentang pola adalah dimulai dengan 2 pola yang
sederhana seperti AB. Setelah pola sederhana tersebut dikuasai anak bisa
dilanjutkan ke pola yang lebih sulit seperti ABC, AAB, AABB. Selain itu suatu
pola juga dapat diperoleh melalui identifikasi (tanda kenal atau penentu
identitas benda atau sesuatu), mencocokan, menyalin dan menciptakan pola.
3.
Menyortir dan Mengelompokkan
Menyortir
atau memilih dan mengelompokkan benda merupakan kegiatan umum yang dilakukan
oleh berbagai usia. Pada anak-anak, benda-benda yang dapat disortir dan
dikelompokkan adalah berbagai bentuk dengan berbagai warna dan ukuran.
4.
Membandingkan
Kegiatan
membandingkan yang biasa dilakukan oleh anak adalah membandingkan ukuran,
tekstur, warna dan kecepatan yang pada akhirnya mengarah pada kualitas atau
banyaknya sesuatu.
5.
Konsep Angka
Pembelajaran
konsep angka berkaitan dengan pemikiran tentang “Berapa banyak” suatu benda.
Konsep angka juga meliputi kegiatan berhitung. Satu per satu dan yang paling
penting adalah memahami angka yang dipelajari. Belajar memahami angka merupakan
keterampilan yang sangat mendasar bagi anak yang melakukan kegiatan yang
bertalian dengan angka.
Pembelajaran
berhitung berkaitan dengan pembelajaran urutan nama angka yang digunakan untuk
menamakan jumlah dari suatu benda.
Berbicara
tentang konsep angka. Disini terdapat perbedaan antara angka dan bilangan.
Angka diartikan sebagai simbul (5). Sedangkan bilangan merupakan arti yang sesungguhnya
dari angka atau simbol 5.
6.
Pemecahan Masalah
Problem
solving atau pemecahan masalah merupakan suatu proses penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan keterampilan matematika dan konsep. Problem solving dapat
dilakukan di berbagai tempat dan situasi seperti waktu makan atau snack, waktu
berkumpul dalam lingkaran (Circle time), diberbagai sudut atau area, di halaman
bermain dan lain-lain.
Manfaat
pemecahan masalah bagi anak adalah memberikan pengalaman berbagai pikiran atau
pendapat dengan anak-anak yang lain. Dan kemampuan anak dan memecahkan suatu
masalah akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak tersebut.
7.
Ukuran dan Perkiraan
Dalam
mempelajari keterampilan mengukur dan memperkirakan sesuatu, hendaklah
menggunakan benda kongkret. Dalam kegiatan ini anak dilibatkan untuk mengukur
dan memperkirakan sesuatu jangan hanya menjadi pengamat pasif. Adapun hal-hal
yang dapat digunakan untuk kegiatan mengukur adalah jam mengukur waktu,
thermometer mengukur temperature atau suhu, gelas mengukur kuantitas, skala
mengukur luas dan lain-lain.
8.
Waktu
Hal
ini terasa sulit karena waktu merupakan konsep yang abstrak. Konsep waktu yang
dapat dilatih untuk dipahami anak adalah waktu sekarang, kemarin dan besok.
Adapun waktu yang dapat dibaca melalui jam atau kalender dapat dipahami anak
setelah mereka memakai konsep kemarin dan besok.
Cara
yang dapat digunakan dalam mengenal konsep waktu adalah dengan menggunakan
jadwal kegiatan anak sehingga mereka mengetahui urutan kegiatan hari ini dan
selanjutnya.
C. Hakikat
Strategi Bermain di TK
1.
Pengertian dan Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola
umum perbuatan guru dan murid dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar.
Strategi pembelajaran adalah segala usaha guru untuk menerapkan berbagai metode
pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian strategi
pembelajaran menekankan kepada bagaimana aktivitas guru mengajar dan aktivitas
anak belajar.
Terdapat beberapa kriteria yang
harus menjadi pertimbangan guru dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu (1)
karakteristik tujuan pembelajaran apakah untuk pengembangan aspek kognitif,
aspek afektif atau psikomotor. Atau apakah pembelajaran itu bertujuan untuk
mengembangkan domain fisik-motorik, kognitif, sosial emosi, bahasa, dan
estetika; (2) karakteristik anak sebagai peserta didik baik usianya maupun
kemampuannya; (3) karakteristik tempat yang akan digunakan untuk kegiatan
pembelajaran apakah di luar atau di dalam ruangan; (4) karakteristik tema atau
bahan ajar yang akan disajikan kepada anak; dan (5) karakteristik pola kegiatan
yang akan digunakan apakah melalui pengarahan langsung, semi kreatif atau
kreatif.
Semua kriteria ini memberikan
implikasi bagi guru untuk memilih stratgei pembelajaran yang paling tepat
digunakan di Taman Kanak-kanak.
2.
Karakteristik Cara Belajar Anak
Anak belajar dengan cara yang
berbeda dengan orang dewasa. Beberapa karakteristik cara belajar anak itu
antara lain (1) anak belajar melalui bermain; (2) anak belajar dengan cara
membangun pengetahuannya; (3) anak belajar secara alamiah, dan (4) anak belajar
paling baik jika yang dipelajarinya menyeluruh, bermakna, menarik, dan
fungsional.
Bermain sebagai salah satu cara
belajar anak memiliki ciri-ciri simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, suka
rela, ditentukan oleh aturan, dan episodik.
Para ahli teori konstruktivisme
mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak belajar dengan
cara membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek dan
peristiwa yang ada di lingkungannya dan melalui interaksi sosial dan
pembelajaran dengan orang dewasa.
Lingkungan yang diciptakan secara
kondusif akan mengundang anak untuk belajar secara alamiah tanpa paksaan
sehingga apa yang dipelajari anak dari lingkungannya adalah hal-hal yang
benar-benar bermakna, fungsional, menarik dan bersifat menyeluruh.
3.
Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak
Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Umum di Taman Kanak-kanak.
Ada beberapa jenis strategi
pembelajaran umum yang dapat digunakan di Taman Kanak-kanak. Strategi
pembelajaran tersebut pada umumnya lebih menekankan pada aktivitas anak dalam
belajar, namun, tidak berarti peranan guru pasif. Guru harus berperan sebagai
fasilitator yang dapat memberikan kemudahan dan kelancaran kepada anak dalam
proses belajar.
Jenis-jenis strategi pembelajaran
umum tersebut adalah: (1) meningkatkan keterlibatan indra, (2) mempersiapkan
isyarat lingkungan, (3) analisis tugas, (4) scaffolding, (5) praktik
terbimbing, (6) undangan/ajakan, (7) refleksi tingkah laku/tindakan, (8)
refleksi kata-kata, (9) contoh atau modelling,(10)penghargaan efektif), (11) menceritakan /menjelaskan /menginformasikan, (12)
do-it-signal, (13) tantangan, (14) pertanyaan, dan (15) kesenyapan.
Strategi-strategi pembelajaran
tersebut dapat diintegrasikan atau digabungkan dalam keseluruhan proses
pembelajaran, sehingga tercipta kegiatan belajar yang lebih bervariasi.
4.
Strategi Pembelajaran Khusus di Taman Kanak-kanak
Terdapat beberapa jenis strategi
pembelajaran khusus yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak. Penerapan
strategi pembelajaran khusus tersebut pada prinsipnya sama dengan penerapan
strategi pembelajaran umum, yaitu harus mempertimbangkan karakteristik tujuan,
karakteristik anak dan cara belajarnya, karakteristik tempat yang akan
digunakan, dan pola kegiatan.
Jenis-jenis strategi pembelajaran
khusus tersebut adalah (1) kegiatan eeksploratori, (2) Penemuan Terbimbing, (3)
Pemecahan Masalah, (4) Diskusi, (5) Belajar Kooperatif, (6) Demonstrasi, dan
(7) Pengajaran Langsung.
Di samping strategi pembelajaran di
atas, guru Taman Kanak-kanak dituntut untuk dapat menggunakan strategi
pembelajaran lainnya sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik.
5.
Penerapan Strategi Pembelajaran yang Berpusat Pada Anak
Anak pada hakikatnya memiliki
potensi untuk aktif dan berkembang. Pembelajaran yang berpusat pada anak banyak
diwarnai paham konstruktivis yang dimotori Piaget dan Vigotsky.
Anak adalah pembangun aktif
pengetahuannya sendiri. Mereka membangun pengetahuannya ketika berinteraksi
dengan objek, benda, lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial.
Yang melandasi pembelajaran yang
berpusat pada anak adalah pendekatan perkembangan dan pendekatan belajar aktif.
Belajar aktif merupakan proses
dimana anak usia dini mengeksplorasi lingkungan melalui mengamati, meneliti, menyimak,
menggerakkan badan mereka menyentuh, mencium, meraba dan membuat sesuatu
terjadi dengan objek-objek di sekitar mereka.
Pembelajaran yang berpusat pada anak
memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) prakarsa kegiatan tumbuh dari minat
dan keinginan anak, 2) Anak-anak memilh bahan dan memutuskan apa yang ingin ia
kerjakan, 3) Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh
indranya, 4) Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung, 5) Anak
mentransformasikan dan menggabungkan bahan-bahan, 6) Anak menggunakan otot
kasarnya, 7) Anak menceritakan pengalamannya.
6. Prosedur Pembelajaran yang Berpusat pada Anak.
Pembelajaran yang berpusat pada anak
harus direncanakan dan diupayakan dengan matang. Upaya yang dilakukan adalah
dengan merencanakan dan menyediakan bahan/peralatan yang dapat mendukung
perkembangan dan belajar anak secara komprehensif. Untuk itu perlu disediakan
area-area yang memungkinkan berbagai kegiatan sesuai pilihannya.
Area-
area tersebut meliputi:
1)
Area Pasir dan Air.
2)
Area Balok.
3)
Area Rumah dan Bermain Drama.
4)
Area Seni.
5)
Area agama.
6)
Area bahasa dan baca tulis.
7)
Area pertukangan atau kerja Kayu.
8)
Area musik dan gerak.
9)
Area masak.
10)
Area bermain di luar ruangan.
Pelaksanaan pembelajaran yang
berpusat pada anak meliputi: tahap perencanaan, tahap bekerja dan tahap
melaporkan kembali.
Contoh Penerapan Pembelajaran yang
Berpusat pada Anak
Plan Do Review, merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak. Dalam pendekatan ini anak
diberi kesempatan untuk melakukan sesuai dengan minat dan keinginannya, mulai
dari membuat perencanaan, (Plan), mengerjakan (Do), dan melaporkan kembali
(Review).
Prosedur
pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut:
1)
Tahap merencanakan (Planning Time).
Pada tahap ini anak diberi
kesempatan untuk membuat rencana dari kegiatan yang akan mereka lakukan
selanjutnya.
2)
Tahap Bekerja (Work Time).
Tahap ini adalah tahap dimana anak
bermain dan memecahkan masalah. Anak mentransformasikan rencana ke dalam
tindakan.
3)
Tahap Review (Recall).
Tahap ini merupakan tahap
memperlihatkan apa yang telah dilakukan anak pada tahap bekerja.
D. Bermain Stick
Angka
1.
Pengertian bermain
Bermain
adalah segala aktivitas untuk memperoleh rasa senang tanpa memikirkan hasil
akhir yang dilakukan secara spontan tanpa paksaan orang lain, yang harus
diperhatikan orang tua, bermain haruslah suatu aktivitas yang menyenangkan bagi
anak. Tidak boleh ada anak untuk perkembangan aspek tertentu walaupun kegiatan
tersebut dapat menunjang perkembangan aspek tertentu.
Parten,
dalam Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati, memandang kegiatan bermain sebagai
sarana sosialisasi. Melalui bermain diharapkan dapat memberikan kesempatan
kepada seorang anak, siswa dan peserta didik dalam bereksplorasi, menemukan,
mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain
itu kegiatan bermain dapat membantu anak dapat mengenal dirinya, dengan siapa
ia hidup, serta lingkungan sekitar.
Sedangkan
menurut Bettelheim (Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati:2011), bermain adalah
kegiatan yang tidak mempunyai aturan lain, kecuali yang ditetapkan pemain
sendiri, dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar
Menurut
N. Murdiati Sulastomo (2002), kegiatan bermain yang dilakukan harus berdasarkan
inisiatif anak. Seorang anak harus diberikan kesempatan untuk memilih kegiatan
bermainnya sendiri dan menentukan bagaimana melakukannya. Menurut dari beberapa
ahli bermain adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan suatu kebutuhan
yang sudah ada (inheren) dalam diri anak. Dengan demikian anak dapat
mempelajari berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa
atau di paksa untuk mempelajarinya. Bermain mempunyai manfaat dalam
mengembangkan keterampilan anak. Sehingga anak lebih siap untuk menghadapi
lingkungannya dan lebih siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
2.
Beberapa Ciri Bermain
a.
Menyenangkan
b.
Tidak memiliki tujuan, tidak boleh ada interfensi tujuan dari luar si
anak yang memotifasi di lakukannya
kegiatan bermain.
c.
Bersifat spontan
d.
Bermain berarti anak aktif melakukan kegiatan
e.
Memiliki hubungan yang sistematis dengan sesuatu yang bukan
bermain seperti kreativitas, pemecahan
masalah, belajar bahasa,
perkembangan peran sosial, perkembangan kognitif.
3.
Jenis Bermain
Jenis
bermain berdasarkan aktivitas fisik dan sumber kesenangan adalah sebagai
berikut :
a.
Bermain aktif, seorang anak melakukan sendiri dalam sumber
rasa
senang yang diperoleh anak berasal dari apa yang dilakukan
oleh anak itu sendiri.
b.
Bermain pasif adalah anak melakukan kegiatan dengan sedikit
menggunakan aktivitas fisik dan sumber rasa senangnya
diperoleh dari aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
4.
Manfaat Bermain
a.
Perkembangan fisik motorik
b.
Perkembangan kognitif dan bahasa
c.
Perkembangan sosial-emosional
5.
Tahap Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya
membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas
mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan
perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.
a. Jean Piaget
Adapun tahapan kegiatan bermain
menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1)
Permainan Sersori Molorik (± ¾ bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode
perkembangan koguitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat
dikategorikan sebagai kegiatan bermain.
Kegiatan ini hanya merupakan
kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti
sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya,lni disebut reproductive
assimilation.
2)
Permainan Simbolik (± 2 – 7 tahun)
Merupakan ciri periode pra
operasional yang ditemukan pada usia2 – 7 tahun ditandai dengran bermain khayal
dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dm menjawab
pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka ruang, kuantitas
dan sebagainya. Seringkali anak hanya sekedar beranya, tidak terlalu
momperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan
bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda
lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan
lainlain. Bermain simbolik juga berfungsi utuk mengasimilasikan dan
mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi
anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
3)
Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8 – 11 tahun)
Pada usia 8 – 11 tahun anak lebih
banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak
lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
4)
Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain ymg memiliki
aturan adalah olahraga. Kegialan bemain ini menyenangkan dan dinikmati
anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan
dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang
melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik – baiknya.
Jika dilihat tahapan perkembangan
bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilahirkan
untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk basil tertentu seperti ingin
menang memperoleh hasil kerja yang baik.
b. Hurlock
Adapun tahapan perkembangan bermain
menurut Hurlock adalah
sebagai berikut:
1)
Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Benda kegiatan mengenai objek atau
orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu
mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan
berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.
2)
Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada
usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat
permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman
Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau
bermain seperti layaknya teman bermainnya.
3)
Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan mulai
masuk di sekolah dasar, pada masa ini jenis permainan semakin bertambah banyak
dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games,
olahraga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.
4)
Tahap Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak
mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan
bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun
dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari
orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.
Dari
penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira tidak memiliki tujuan
ekstrinsi melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan
hal-hal diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas) dan merupakan
interaksi antara anak dengan lingkungannya serta memungkinkan anak untuk
beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki
tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.
6. Stick
Angka
Dalam
kamus bahasa Inggris-Indonesia, stick diartikan sebagai kata benda yang
berarti tongkat, batang,atau potongan. Sedangkan angka adalah simbol untuk
hitungan dengan simbol pokok yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8,dan 9.
E. Kerangka Pikir Penelitian
Fungsi
strategi pembelajaran dengan cara bermain stik angka adalah salah satu cara untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dengan bermain diharapkan dapat
merangsang masa peka anak dalam peningkatan kemampuan berhitung permulaan anak.
Bermain dengan menggunakan stik angka merupakan inovasi
strategi pembelajaran berhitung permulaan di tanan Kanak-Kanak Handayani
Kabupaten Magetan.maka
dengan melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan dapat memperbaiki
kemampuan berhitung anak kelompok B TK Handayani. Dengan strategi ini membantu anak menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit serta mendorong semangat belajar anak didik terhadap kegiatan berhitung.
F. Hipotesis Tindakan
Menggunakan strategi bermain stick
angka dapat meningkatkan kemampuan berhitung permulaan anak didik di kemampuan
berhitung anak kelompok B
TK Handayani
Plaosan Kabupaten Magetan Tahun Ajaran 2012/2013.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas.Penelitian tindakan
kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajr siswa menjadi meningkat.Tidak berbeda dengan pengertian
tersebut, Mills (2000). Mendefinisikan penelitian tindakan sebagai “sistematik
inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau konselor sekolah untuk
mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang dilakukannya.
Diagram berikut menurut Ari Kunto (2006 :
17)
Siklus 1
B. Tempat Dan Waktu Penelitian.
1. Tempat Penelitian.
Penelitian yang dilakukan penulis mengambil lokasi di Taman Kanak-kanak kemampuan
berhitung anak kelompok B
TK Handayani
Plaosan Kabupaten Magetan.
2. Waktu Penelitian.
Adapun penelitian dilaksanakan, pada
semester ganjil tahun pelajaran 2012 / 2013.
C. Subjek Penelitian.
Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B TK Handayani Plaosan Kabupaten Magetan. TK ini mempunyai 4 kelas yaitu TK
A, B1, B2, B3. Kelompok B2 yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 9
siswa laki-laki. Adapun orang tua siswa mayoritas sebagai wiraswasta dengan
persentasi 70% Pedagang, 25% Petani, dan 5% Pegawai.
D. Fokus Penelitian.
Fokus penelitian adalah pembelajaran
meningkatkan berhitung permulaan menggunakan strategi bermain stick
angka.
E. Perencanaan
Tindakan
Dalam kegiatan bidang pengembangan
kognitif terutama dalam hal berhitung anak masih mengalami kesulitan dan
kurang paham dengan konsep tersebut.
Konsep-konsep tersebut
adalah :
1.
Membilang bilangan 1-10 dengan benar.
2.
Menyanyikan bilangan 1-10 dengan konsep benda.
3.
Mengurutkan angka untuk bilangan 1-10.
4.
Penambahan dan pengurangan dengan permainan ikan.
Oleh
karena itu sebagai seorang pendidik penulis berusaha agar siswa dapat
meningkatkan kemampuan berhitungnya. Dalam mengadakan perbaikan penulis
berdiskusi dengan teman sejawat konsultasi dengan kepala sekolah, konsultasi
dengan supervisor maupun mencari buku-buku penunjang yang relevan. Penulis
berfikir bagaimana mengatasi permasalahan yang dialami anak dalam kegiatan
berhitung ini. Kemudian penulis menyusun rencana perbaikan yang terdiri dari dua
siklus. Apabila hasil yang dicapai setelah dua siklus belum sesuai dengan
harapan penulis, maka akan dilakukan perbaikan kembali pada siklus berikutnya.
F. Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan
perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Peneliti bersama teman sejawat memulai
perbaikan pada siklus I yang terbagi menjadi dua RKH, yaitu
SIKLUS I
|
MATERI
|
RKH 1
|
1. Membilang menggunakan stick angka
1-10.
2. Bermain mengurutkan stick sesuai
urutan angka 1-10.
|
RKH 2
|
1. Bermain penambahan menggunakan stick angka 1-3.
2. Bermain pengurangan menggunakan stick angka 1-3.
|
Setelah
siklus I terlaksana dan hasilnya belum sesuai target ketuntasan, maka peneliti
menyusun rencana perbaikan pada siklus II yang terbagi menjadi dua RKH dengan
materi sebagai berikut :
SIKLUS II
|
MATERI
|
RKH 1
|
1. Membilang menggunakan stick angka
1-10.
2. Bermain mengurutkan stick sesuai
urutan angka 1-10.
|
RKH 2
|
1. Bermain penambahan menggunakan stick angka 1-5.
2. Bermain pengurangan menggunakan stick angka 1-5.
|
G. Observasi Dan
Evaluasi
Dalam
hal ini, selama kegiatan belajar mengajar berlangsung pengamat melakukan
observasi sekalius mengevaluasi terhadap aktivasi guru dan anak didik. Hal-hal
yang perlu diamati dan dievaluasi dalam setiap perbaikannya nampak pada tabel
berikut :
Siklus
|
Guru
|
Anak didik
|
I
|
1.
Penguasaan materi.
2. Pemanfaatan alat
permainan.
|
1.
Keaktifan anak.
2. Kemampuan anak
dalam membilang dan mengurutkan stick angka.
|
II
|
1.
Penguasaan materi.
2. Pemanfaatan alat
permainan.
|
1.
Keaktifan anak.
2. Kemampuan anak
dalam menambah dan mengurangi stick angka.
|
H. Refleksi
Refleksi
adalah kegiatan menganalisis hasil pelaksanaan tindakan yaitu tes dan observasi
guna mengetahui peningkatan kemampuan berhitung
permulaan pada peserta didik, peneliti
menganalisis dan menyimpulkan data yang telah dikumpulkan, hasil yang diperolah
dari masalah yang muncul dijadikan dasar untuk melakukan rancangan ulang pada
tindakan berikutnya. Untuk menganalisis data digunakan rumus menurut Sugiono (2010 : 44) sebagai
berikut :
Keterangan
:
E : Prosedur ketuntasan belajar peserta
didik
n : Jumlah peserta didik yang tuntas
belajar
N : Jumlah seluruh peserta didik
I. Teknik Pengumpulan
Data
Dalam penelitian ini ada 2 teknik
pengumpulan data yaitu observasi dan penugasan atau pemberian tugas.
a. Observasi
Cara pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi dengan cara pengamatan langsung terhadap
sikap perilaku guru dan anak dengan tujuan mengamati peristiwa yang
dirasakan subjek dan untuk mengembangkan pemahaman tentang kognitif ( berhitung
) secara kompleks yang dimiliki anak.
Tabel 3.1
Format Observasi.
No
|
Observasi
|
SB
|
B
|
S
|
K
|
Guru
|
|||||
1
|
Kesiapan
guru
|
||||
2
|
Membuat
RKH
|
||||
3
|
Alat
atau sarana prasarana
|
||||
4
|
Mempersiapkan
kelas sesuai dengan tema dan kegiatan yang dilakukan
|
||||
5
|
Penguasaan
materi
|
||||
Siswa
|
|||||
1
|
Prilaku
siswa
|
||||
2
|
Kreatifitas
siswa
|
||||
3
|
Hasil
belajar siswa
|
Keterangan:
SB : Sangat baik.
S : Sedang.
B :
Baik.
K :
Kurang.
b. Penugasan atau pemberian
tugas
Suatu penelitian dimana guru dapat
memberikannya setelah melihat hasil kerja anak. Pemberian tugas dapat
dilakukan secara kelompok atau individu.
Tujuannya ialah untuk mengetahui
sejauh mana hasil kerja anak selama dalam mengikuti proses belajar
mengajar atau menerima materi.
No
|
Tahapan
|
Peralatan
|
1
|
Menghitung stick angka dari
1 - 10 dengan benar
|
Bentuk stick
|
2
|
Menyanyikan bilangan 1 – 10
dengan konsep benda
|
Macam Gambar yang ditempelkan pada
ujung stick.
|
3
|
Mengurutkan angka yang ada
pada stick untuk bilangan 1 – 10
|
Stick dari es krim yang ada angkanya.
|
4
|
Penambahan dan pengurangan dengan
bermain stick angka.
|
Permainan stick angka
|
Tabel Indikator Dalam Tahapan Siklus.
J. Alat Pengumpulan Data
Penulis
melakukan musyawarah atau diskusi dengan teman sejawat, setelah
melaksanakan observasi dan pemberian tugas. Peneliti menganalisa dengan menggunakan lembar tugas, dimana pengamat
memberikan tanda check list (√) pada tempat yang disediakan dan
memberi komentar atau saran perubahan tingkah laku anak dalam pembelajaran
berhitung.
Selama
proses belajar mengajar pengamat melakukan observasi terhadap perubahan tingkah
laku siswa. Beberapa tingkah laku siswa yang diamati antara lain:
1. Siswa
tidak memperhatikan penjelasan guru.
2. Siswa
mengganggu teman.
3. Siswa ada
yang bermain sendiri.
4. Siswa
tidak aktif dalam demonstrasi.
5. Siswa
tidak tertarik dengan kegiatan yang disajikan guru.
6. Siswa
yang kurang faham, tidak mau bertanya.
Maka
pengamatan tentang perubahan tingkah laku dilaksanakan setiap siklus agar mengetahui
setiap perubahan dan dapat mengambil kesimpulan mana yang harus dilakukan,
metode apa yang paling tepat dan mana sarana yang masih harus dilengkapi .
I.
Indikator Kinerja
Kegiatan
pembelajaran balok pada anak usia dini termasuk dalam aspek kognitif. Menurut
Mulyasa (2002: 99) keberhasilan kelas untuk aspek kognitif dapat dilihat dari
hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai 65% secara individu dan 85% secara
klasikal.
LAMPIRAN
JADWAL KEGIATAN
No
|
Kegiatan
|
Minggu Ke:
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|||
1
|
PERSIAPAN
|
||||||||||
Menyusun konsep perencaan
|
|||||||||||
Menyusun Instrumen
|
|||||||||||
2
|
PELAKSANAAN
|
||||||||||
Melakukan Tindakan Siklus I
|
|||||||||||
Melakukan Tindakan Siklus II
|
|||||||||||
Melakukan Tindakan Siklus
III,dst
|
|||||||||||
3
|
PENYUSUNAN LAPORAN
|
||||||||||
Menyusun konsep laporan
|
|||||||||||
Penyempurnaan laporan
|
|||||||||||
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock B.
Elisabeth. 1978. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sari, Yulvia. 2001. Strategi
pengembangan matematika anak usia dini. Semarang : IKIP Veteran Press
Mujib, Fathul dan Nailur Rahmawati.
2011. Metode Permainan-Permainan Edukatif Dalam Belajar Bahasa Arab.
Jogjakarta: Diva Press
Departemen Pendidikan Nasional 2006,
Pedoman Penerapan Pendekatan “Beyond
Centers and Cirles Time” (BCCT) dalam Pendidikan Usia Dini.
Hurloock, E.B.,1999. Perkembangan
Anak Julid 1 (edisi 6). Penerbit Erlangga:
Jakarta.
Mudjito, A K. 2007. Pedoman
Pembelajaran Berhitung di Taman Kanak-
Kanak.Jakarta:Departement
Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral.
Kognitif.Jakarta : Direktorat Jendral
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Diroktorat Pembinaan Taman Kanak – Kanak dan Sekolah Dasar.
Arikunto, Suharsimi : 2006. Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktek (Edisi VI). Jakarta :
Rineka Cipta
Sugiono. 2010. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D . Bandung : Alfabeta.
Diakses tanggal 30 Mei 2013. Pukul 19.20 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar