BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) merupakan investasi yang amat besar bagi keluarga dan
bagi bangsa. Anak-anak kita adalah generasi penerus keluarga dan sekaligus
penerus bangsa. Betapa bahagianya orangtua yang melihat anak-anaknya berhasil,
baik dalam pendidikan, dalam berkeluarga, dalam masyarakat, maupun dalam karir.
Pentingnya pendidikan anak usia dini tidak perlu diragukan lagi. Para ahli
maupun masyarakat umum lazimnya sudah mengakui betapa esensial dan pentingnya
pendidikan yang diberikan kepada anak-anak usia dini. Tokoh-tokoh dan para ahli
seperti Pestalozzi, Froebel, Montessori, Ki Hadjar Dewantara, Jerome Bruner dan
lain-lain merupakan contoh dari sekian tokoh yang sangat peduli terhadap
pendidikan anak usia dini.
Demikian
pula dengan semakin maraknya pendirian lembaga-lembaga pendidikan anak usia
dini baik pada jalur formal, nonformal, bahkan informal yang sebagian besar
didirikan oleh masyarakat menunjukkan betapa semakin pedulinya masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini ini. Oleh karena itu PAUD yang
di sesuaikan dengan tokoh-tokoh dan para ahli seperti Jerome Bruner sangat
penting bagi pelaksanaan dan berkembangnya pendidikan anak usia dini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
biografi Jerome Bruner ?
2.
Apa sajakah ciri
khas teori pembelajaran menurut Jerome Bruner?
A.
Apa sajakah Implementasi Teori Jerome Bruner Terhadap Pendidikan Anak
Usia Dini
3. Bagaimana
implementasi pandangan Jerome Bruner dalam pembelajaran anak usia dini?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah biografi Jerome Bruner
2. Untuk
Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut Jerome Bruner
3. Untuk
mengetahui implementasi teori
Jerome Bruner terhadap pendidikan anak usia dini
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Singkat Jerome Bruner

Pada tahun 1945, Bruner kembali ke
Harvard sebagai profesor psikologi dan sangat terlibat dalam penelitian yang
berkaitan dengan psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Pada tahun 1970,
Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris.
Dia kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1980 untuk melanjutkan penelitian
dalam psikologi perkembangan. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan fakultas
di Universitas New York, di mana ia masih mengajarkan siswa hari ini. Sebagai
seorang profesor di NYU School of Law, ia mempelajari bagaimana psikologi
mempengaruhi praktek hukum. Sepanjang karirnya, Bruner telah diberikan gelar
doktor kehormatan dari Yale dan Columbia, serta perguruan tinggi dan
universitas di lokasi seperti Sorbonne, Berlin, dan Roma, dan merupakan anggota
dari American Academy of Arts dan Ilmu Pengetahuan.
B.
Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut Jerome Bruner
1. Empat Tema
tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti
struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita
menolong anak untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya
tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk
belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang
untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi
dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai
pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk
mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau
tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau
keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk
merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar
didasarkan pada dua asumsi. Asumsi
pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang
yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak
hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
3.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
(Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupakan
penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi
itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang
mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi
menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi
atau dengan mengubah bentuk lain.Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang
disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga
cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi
bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari
kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya
seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran
internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili
suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya
sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada
konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara
penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat
bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu
dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh
kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat
menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran.
”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku
pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa
tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan
menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori
Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena
teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi kegiatan setahap demi setahap dari
yang sederhana ke yang kompleks, dimana kegiatan yang sebelumnya sudah
diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi
baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga anak telah mempelajari
suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner
berpendapat bahwa anak belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan
ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada
merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep
yang lama melalui pembelajaran penemuan.
C. Implementasi
Teori Jerome Bruner Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini
1. Tahapan
Perkembangan Anak
Brunner mengemukakan
bahwa proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi pelajaran dan
bukan ditentukan oleh umur seseorang seperti yang telah dikemukakan Piaget.
Brunner menjelaskan perkembangan anak usia dini dalam tiga tahap:
a. Enaktif (0-3 tahun) yaitu pemahaman anak dicapai melalui eksplorasi dirinya
sendiri dan manipulasi fisik-motorik melalui pengalaman sensori. Misalnya,
melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
b. Ikonik (3-8 tahun) yaitu perkembangan dimana anak menyadari segala sesuatu
ada secara mandiri melalui gambar yang konkret bukan yang abstrak. Maksudnya
dalam memhami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil)
dan perbandingan (komparasi).
c. Simbolik (>8 tahun) yaitu perkembangan dimana anak sudah memahami
simbol-simbol dan konsep seperti bahasa dan angka sebagai representasi simbol.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun
begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.
2. Pembelajaran
yang Bermakna
Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Teori instruksi menurut Bruner
hendaknya mencakup:
1.
Pengalaman-pengalaman
optimal bagi anak untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi,
pemeliharaan dan pengarahan.
2.
Penstrukturan
pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi
dan kuasa.
3.
Perincian
urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan
faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran
dan perbedaan individu.
4.
Bentuk dan
pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahwa seseorang anak belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain
itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang anak terhadap konsep itu dengan
pengetahuan sedia ada. Misalnya, anak-anak membentuk konsep segiempat dengan
mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat
kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
3. Konsep
Belajar
Belajar merupakan aktifitas yang berproses,
tentu didalamnya terjadi
perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul
melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome Bruner, ada tiga
episode/tahap yang ditempuh oleh anak, yaitu: tahap informasi (tahap penerimaan
materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan tahap evaluasi (tahap
penilaian materi). Dari ketiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut
adalah saling berkaitan.
a. Tahap
informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada
yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita
ketahui sebelumnya.
b. Tahap
transformasi (tahap pengubahan materi)
Informasi itu harus dianalisis , diubah atau
ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
c. Tahap
evaluasi (tahap penilaian materi)
Informasi kemudian dinilai sampai dimana pengetahuan yang
diproleh dan ditransformasikan itu dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam
proses belajar ketiga tahapan ini selalu ditemukan. Yang menjadi masalah ialah
berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap tahapan
tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga tergantung pada hasil yang
diharapkan, motivasi anak belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan
dorongan untuk menemukan sendiri. Konsep ini juga menjelaskan bahwa prinsip
pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal anak yang terjadi
selama pengalaman belajar diberikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam
pembelajaran harus bersifat penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat
memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jerome Bruner merupakan seorang psikolog yang
lahir pada 1 Oktober 1915 di New York. Beliau mengungkapkan teori
pendidikan teori discovery learning yaitu belajar dengan menemukan konsep
sendiri. Karena dalam pembelajaran ini dilakukan berulang-ulang, maka dikenal
dengan kurikulum spiral. Sehingga secara tidak langsung para peserta didik
telah menambah ilmunya tanpa mereka ketahui. Teori ini sangat mengedepankan
kreativitas pemikiran dari peserta didik untuk melakukan eksperimen. Banyak hal
yang dapat dilakukan untuk menerapkan teori ini di pembelajaran dari anak,
yaitu dengan memberikan contoh yang nyata, mengembangkan keberanian anak
melalui penyampaian pendapat, dan sebagainya. Teori ini pun mempunyai beberapa
kelebihan yaitu dapat meningkatkan motivasi, mengembangkan pemikiran dalam
menyelesaikan masalah, memperoleh pengalaman, pengetahuan yang di dapat mudah
diingat, dan sebagainya. Selain itu teori ini juga mempunyai kelemahan, yaitu
peserta didik dituntut untuk mempunyai kesiapan mental, memakan waktu yang
cukup lama, memerlukan kecerdasan anak yang tinggi, dan sebagainya. Bila para
pendidik menggunakan teori ini dengan benar dan bijak, maka hasilnya akan baik
dan para peserta didik lebih mudah dalam mempelajari suatu ilmu.
B.
Saran
Sebagai
pendidik ataupun calon pendidik anak usia dini, bahkan bagi para orang tua dan
calon orangtua sebaiknya mengetahui beberapa tokoh yang berperan penting pada
anak usia dini serta memahami tentang pandangan yang mereka kembangkan untuk
anak, selain memberikan stimulasi yang tepat pada anak sesuai dengan tahapan
perkembangannya karena sangat pentingnya pengaruh tahun-tahun awal dari masa
anak usia dini ke masa berikutnya nanti.
Daftar Pustaka
Daryanto. 2009. Panduan Proses
Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publiser
Suprihatingrum Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press
Sujiono Yuliani Nurani. 2008. Materi pokok perkembangan Kognitif. Jakarta:
Universitas
Terbuka
http://elangriadi.blogspot.com/2012/02/teori-pembelajaran-jerome-bruner.html. diakses pada tanggal 23 Oktober 2014