BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterpurukan dan jatuh
bangunnya suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki. Francis Fukuyama dalam bukunya “Trust” menyatakan bahwa kekayaan alam
bukanlah segalanya dalam menentukan kemajuan bangsa tetapi kualitas hubungan
antar manusia yang baik, kepercayaan, tanggung jawab, bekerja keras adalah
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang penting. Para manajer di Amerika Serikat seperti dituliskan
George Bogs juga menyebutkan bahwa kualitas karakter seperti
kejujuran, tanggung jawab, ketekunan, kerja keras, adalah hal penting yang
menentukan keberhasilan seseorang saat masuk di dunia kerja, sementara kualitas
intelektual seseorang hanya menyumbangkan 20% keberhasilan seseorang di dunia
kerja (Daniel Goleman, 1990).
Menurut Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI) dilaporkan bahwa
peringkat HDI Indonesia berada di bawah Vietnam pada tahun 2003, 2004 dan 2005.
Hal ini merupakan suatu indikator buruknya kondisi social ekonomi, tingkat
pendidikan, kesehatan dan gizi serta pelayanan sosial pada Bangsa Indonesia,
bila dibandingkan dengan negara lain. Data tentang angka korupsi, kolusi dan
nepotisme juga memperlihatkan bahwa angka korupsi di Indonesia adalah terburuk ke
dua setelah India diantara negara di Asia. Perilaku merusak diri seperti
keterlibatan pada narkoba, ketergantungan pada narkoba, minuman keras, judi dan
tawuran adalah salah satu indikator lain kegagalan pembentukan karakter. Setiap
manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter sesuai dengan fitrah
penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam kehidupannya kemudian
memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui pengasuhan dan pendidikan
sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter sebagai usaha aktif untuk
membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus sebagai sifat kebaikan anak
sejak kecil. Thomas Lickona menjelaskan bahwa karakter terdiri atas 3 bagian
yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing ), perasaan tentang moral (moral feeling ) dan perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, manusia yang berkarakter adalah individu
yang mengetahui tentang kebaikan (knowing
the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good).
Tujuan pendidikan
nasional yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 mengamanatkan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
untuk meningkatkan keimanan dak ketaqwaan kepadaTuhan Yang Maha Esa serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara sadar bangsa
Indonesia membangun pendidikan didasari pada akhlak mulia. Berdasar pada tujuan
tersebut maka pendidikan dalam seluruh jalur dan jenjang seharusnya mengembangkan
pembelajaran, pembiasaan dan keteladanan serta kegiatan dan budaya lembaga PAUD
yang kondusif agar anak menjadi cerdas dan berkarakter mulia. Pendidikan
karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia,
tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter,
dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga pembentukan karakter
atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan
sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi fondasi penting
bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Sehingga
kesadaran akan pembentukan karakter harus dimulai sejak anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Kejujuran
1. Pengertian
Jujur dan Kejujuran

Pengertian “jujur” dalam kamus besar
bahasa Indonesia memiliki arti lurus hati, tidak curang. Kejujuran (honesty)
menurut Zubaedi (2011: 79) adalah kemampuan menyampaikan kebenaran, mengakui
kesalahan, dapat dipercaya dan bertindak secara hormat. Sedangkan menurut Fadillah
(2012:190) mengatakan bahwa jujur merupakan perilaku yang patuh dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sedangkan menurut QS Al-Maidah ayat: 8
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang- orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang- orang yang selalu menegakkan ( kebenaran ) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali- kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS
Al-Maidah ayat: 8)
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi.
Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang
lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Karena itulah, orang munafik
disebutkan sebagai kebalikan orang yang jujur (pendusta). Kejujuran
menjadi penting karena dengan mengakui apa yang kita pikirkan, rasakan, dan
lakukan sebagaimana adanya, seseorang dapat terhindar dari rasa bersalah yang
timbul akibat kebohongan yang ia lakukan.
2. Cara
Mengajarkan Kejujuran
Kejujuran
perlu diajarkan, dilatih, dan dibiasakan. Mengajari anak sejak dini akan
menjadi pembelajaran kehidupan yang berguna bagi masa depan mereka. Belajar
kejujuran dari tayangan televisi hanya akan membuat kita miris. Banyak sekali
contoh di mana orang jujur malah jadi orang yang disingkirkan. Tapi tentu, itu
semua bukan berarti kita tidak bisa mengajarkan kejujuran pada anak-anak.
Pepatah yang mengatakan bahwa kejujuran adalah mata uang yang berlaku di negara
mana pun tentu juga bukan pepatah usang. Pepatah ini wajib dikenalkan pada
anak-anak sejak dini. Semakin dini semakin baik. Dengan contoh langsung dari
orangtua, anak bukan lagi meraba akan makna kejujuran, tapi bisa belajar secara
transparan tentang nilai tersebut dari orang terdekat mereka. Kemudian,
bagaimana cara yang paling efektif untuk mengajarkan kejujuran pada anak?
Berikut beberapa cara yang dikutip dari artikel dalam www.akuinginsukses.com tentang cara
yang paling efektif untuk mengajarkan kejujuran pada anak:
a.
Sebuah Cerita Sebelum Tidur
Sebuah
cerita, dongeng, ataupun cerita kejadian nyata yang diceritakan pada anak-anak
sebelum mereka tidur, terutama dalam keadaan mata mereka sedang mengantuk dapat
menjadi semacam relaksasi untuk anak. Sebelum
tidur, anak-anak dalam keadaan tenang dengan pikiran yang kosong. Saat
itu, gelombang pikiran mereka sedang tenang dan jika kita bisa mengisi “alam
pikiran” tersebut dengan cerita positif
seperti bertindak jujur.
Mulai
dengan mencari cerita-cerita yang menarik, lalu dibacakan pada anak-anak
sebelum tidur. Mendengarkan cerita akan membuat pandangan anak menerawang,
seolah-olah cerita yang kita ceritakan berubah menjadi film yang menarik untuk
anak. Kemudian, pada tahap selanjutnya, ketika anak akhirnya tertidur, sebelum
cerita kita habis maka cerita yang kita ceritakan bisa jadi akan masuk ke dalam
mimpi. Mimpi itu akan menjadi mimpi yang menyenangkan dan mengandung banyak
manfaat untuk anak.
b.
Penerapan Keseharian
Sebuah
cerita tentu saja hanya akan menjadi cerita bila kita tidak menerapkan langsung
dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak tetap butuh sesuatu yang nyata dalam
pandangan mereka, sehingga makna kejujuran tidak lagi abstrak. Untuk itu, mulai
lakukan penerapannya dengan kalimat sehari-hari. Tentu, apa yang terucap harus
konsekuen dengan apa yang diperbuat. Sebab, terkadang justru kalimat ini yang
sulit untuk dipegang. Kita sebagai orangtua harus belajar banyak dalam hal ini.
Misalnya,
ketika ada telepon dari seorang yang tidak kita sukai dan kita meminta
anak-anak mengangkat atau kebetulan anak kita yang mengangkat telepon itu,
jangan pernah meminta anak untuk mengatakan bahwa kita tidak ada di rumah.
Kalaupun kita sudah telanjur berdusta dan anak-anak mendengar, ajak mereka
bicara. Lalu, jelaskan kenapa hal Itu harus kita lakukan. Sehingga, anak-anak
menjadi tahu bahwa kita melakukan suatu hal yang dianggap tidak baik itu karena
memang ada hal lebih penting yang harus kita jaga. Misal, yang menelepon itu
orang yang ingin menipu.
c.
Pemberitahuan dan Pujian
Pujian tetap menjadi sarana efektif bukan hanya untuk
anak-anak, tapi juga untuk orang dewasa. Pujian membawa perasaan tersendiri untuk melakukan
hal yang dipujikan lebih baik lagi. Untuk itu, lakukan hal yang bisa mereka
terapkan langsung. Tentunya pantauan kita pada keseharian anak-anak penting
hingga tahu mana yang salah dengan tingkah mereka dan mana yang harus diberi
acungan jempol kita.
Suatu contoh, ketika mereka menemukan sesuatu di meja
sekolahnya lalu membawa barang itu pulang. Bisa jadi mereka berteriak
kegirangan karena menemukan barang bagus yang tidak mereka miliki di rumah.
Jika itu terjadi, beritahu anak-anak untuk mengembalikannya. Tentu, dengan
tidak lupa memberi penjelasan secara baik-baik.
Bisa jadi, awalnya mereka tidak paham. Tapi lama-kelamaan
mereka pasti paham bahwa barang yang mereka temukan bukan hak milik mereka.
Ajarkan mereka untuk mengembalikan pada tempat mereka menemukannya atau
memberikan pada guru di sekolah.
d.
Uji
Coba
Ada uji coba
yang lebih detail lagi yang harus dilakukan berkaitan dengan kejujuran. Tentu
saja pengujian yang paling efektif dan bisa terlihat adalah dalam bentuk
hal-hal yang berbau materi. Dan, yang paling nyata adalah dalam bentuk uang. Tujuan jangka panjangnya adalah
agar anak-anak kelak di masa dewasanya tahu dengan jelas dan pasti batasan,
mana uang yang menjadi miliknya dan mana yang kepunyaan orang lain.
Coba letakkan
uang di atas meja belajar anak. Lalu lihat apa reaksi mereka. Apakah mereka
cepat-cepat bertanya uang siapakah itu? Atau mereka diam saja hingga akhirnya
kita bertanya? Jika mereka langsung bertanya atau mengambil uang itu dan
memberikan pada kita, itu berarti apa yang sudah kita ajarkan benar-benar
merasuk ke kepala mereka. Tapi apabila mereka tidak lantas memberitahukan pada
kita, jangan langsung menuding mereka tidak jujur. Bisa jadi uang itu tidak
terlihat oleh mereka atau jatuh ke kolong meja hingga mereka tidak melihatnya?
Atau jumlah uang itu sendiri tidak berarti bagi anak seperti koin seratus
perak. Kuncinya, jangan pernah mengecap anak tidak jujur.
e.
Ssst…, Ada Yang Maha Melihat
Kenalkan
anak pada keyakinan bahwa meski kita tidak melihat atau orang dewasa lainnya
yang dekat mereka saat kita tidak di dekatnya, masih ada yang Maha Melihat yang
akan selalu mencatat sikap buruk mereka. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui
mereka jujur atau tidak di luar rumah? Percayalah, ketika kita menitipkan
anak-anak pada si Pemilik Hidup ketika mereka jauh dari jangkauan kita, maka
apa yang mereka lakukan di luar lingkaran prinsip kita pasti akan ditunjukkan
pada kita.
f.
Jujur Itu Nikmat
Ada
rangkaian kejujuran yang akan terasa nikmat tapi tidak bisa langsung terlihat
kenikmatannya. Hal ini juga harus diberikan kesepahaman kepada anak-anak.
Yakni, bahwa perbuatan baik dan jujur memang kadang-kadang tak langsung ada
hasilnya. Meski begitu, harus diyakinkan bahwa semua pasti ada balasannya.
Ceritakan pada anak-anak bagaimana kita dulu melakukan kejujuran, bagaimana
reaksi teman sekeliling kita apakah mereka memusuhi atau justru mendekati kita
karena kejujuran kita? Cerita-cerita kita di masa lalu akan membuat mereka
menjadikan kejujuran bukan lagi sesuatu yang sifatnya abstrak tapi sesuatu yang
sifatnya nyata.
B.
Konsep
Ketidak Jujuran/Bohong
1.
Pengertian Bohong
Berbohong adalah bagian tak
terpisahkan dari hidup kita, dengan mudahnya kita berbohong, setiap hari untuk
hal yang tidak penting sekalipun. Untuk membujuk anak supaya makan, untuk
mencegah agar anak tidak bermain jauh-jauh, dan sebagainya, tanpa disadari kita
telah, mencontohkan anak supaya berbohong, dan tanpa kita sadari anak adalah
cermin kita, segala perilakunya adalah refleksi perilaku kita. Menurut kamus bahasa Indonesia bohong
adalah tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb) yg sebenarnya. Sedangkan berbohong
adaah menyatakan sesuatu yg tidak benar;
berbuat bohong; berdusta.
Anak Usia Dini, sudah mengenal kebohongan,
tapi mereka belum mengetahui bahwa bohong itu salah dan tidak baik.Anak
biasanya berbohong tentang menceritakan sesuatu yang tidak nyata atau
melebih-lebihkan sesuatu dan yang berbohong untuk mendapatkan yang mereka
mau atau menolak sesuatu, misalnya mengatakan kenyang ketika makan baru satu
suapan.
2. Penyebab
ketidakjujuran anak
Menurut
Ibung (2009: 73) alasan anak untuk tidak jujur atau berbohong adalah sebagai
berikut :
a. Ingin
menguji kemampuan diri
Pada
usia 3-4 tahun, ketika berbohong mungkin sekali anak sedang menguji
kemampuannya dalam berbohong dan apakah ia cukup mampu membohongi orangtuanya.
Sayangnya, kebohongan di usia ini umumnya disertai dengan imajinasi yang
tinggi. Hal ini sering kali justru menyebabkan kebohongan mereka terbongkar
karena terlalu tidak masuk akal.
b. Keinginan
untuk memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri
Dengan
berbohong, anak akan menjadi memiliki kesempatan untuk berkuasa atas dirinya
sendiri dan memiliki kesempatan menghindar dari hukuman orang tuanya.
c. Menutupi
ketidaktahuannya bahwa ia telah berbuat sesuatu yang “buruk” atau tidak baik
Bentuk
ini juga dapat disamakan dengan bentuk perlindungan diri untuk menghindar dari
tanggung jawab atas perbuatan “buruk” yang telah dilakukannya, namun tidak
disengaja.
d. Bentuk
perlindungan diri
Cara
ini digunakan untuk meluapkan sesuatu yang tidak menyenangkan yang pernah ia
alami.
e. Kurang
percaya diri
Biasanya
anak yang tidak percaya diri cenderung akan mencari perhatian dan pujian
melalui cara-cara yang tidak wajar.
3. Bentuk
Ketidak jujuran anak
Menurut
Ibung (2009: 71) berbohong bisa dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu :
a. Memutarbalikkan
keadaan
Anak memutarbalikkan keadaan
untuk mendapatkan yang mereka mau atau menolak sesuatu, misalnya
mengatakan kenyang ketika makan baru satu suapan.
b. Melebih-lebihkan
Dimana
anak menceritakan sesuatu dengan mengombinasikan antara kebenaran dan
khayalannya
c. Membual
Anak
menceritakan sesuatu yang tidak ia lakukan atau tidak ia alami, dengan
seolah-olah ia sendiri yang mengalami atau merasakannya
d. Melepas
tanggung jawab dengan melemparkan kesalahan diri sendiri pada orang lain.
termasuk di dalamnya adalam fitnah.
Ketidakjujuran
atau kehobongan yang dilakukan anak karena mereka punya alasan seperti yang
telah dipaparkan di atas yaitu ingin menguji kemampuan diri, keinginan untuk
memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri, menutupi ketidaktahuannya bahwa ia
telah berbuat sesuatu yang “buruk” atau tidak baik. Bentuk perlindungan diri,
kurang percaya diri.
C.
Indikator-indikator Jujur AUD
Membangun watak anak bangsa tidak
semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, bukan berarti tidak bisa.
Untuk membangun watak manusia, kita perlu mengikuti jejak perilaku Rasulullah
Muhammad sebagai panutan umat. Beliau memiliki karakter yang harus diteladani.
Karakter tersebut ialah sidiq, yang
artinya benar/jujur, amanah yang artinya dapat dipercaya, tabligh yang artinya menyampaikan kebenaran, dan fathanah artinya cerdas.
Selanjutnya, pembangunan karakter perlu
dijabarkan lebih terperinci. Agar lebih mudah dipantau dan dinilai, maka perlu
adanya indikator.
1. Berdasarkan
pedoman pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini oleh direktorat
pembinaan pendidikan anak usia dini, direktorat jenderal pendidikan anak usia
dini, nonformal, dan informal, kementrian pendidikan nasional (2012) terdapat
sembilan indikator untuk nilai atau karakter kejujuran yaitu:
a) Anak
mengerti mana milik pribadi dan milik bersama
b) Anak
merawat dan menjaga benda milik bersama
c) Anak
terbiasa berkata jujur
d) Anak
terbiasa mengembalikan benda yang bukan miliknya
e) Menghargai
milik orang lain
f) Mau
mengakui kesalahan
g) Mau
meminta maaf dan memaafkan teman yang berbuat salah
h) Menghargai
keunggulan orang lain
i)
Tidak menumpuk mainan atau makanan untuk
diri sendiri.
2.
Berdasarkan Indikator Pembangunan
Karakter
Berdasarkan
Indikator Pembangunan Karakter yang disampaikan Sulhan dalam bukunya pendidikan
berbasis karakter (2011: 12):
Karakter Rasulullah
|
Penjabaran Karakter dalam
Kehidupan
|
Indikator
|
Sidiq
|
Benar
|
·
Berpijak pada ajaran Al-Qur’an
dan hadis
·
Berangkat dari niat yang benar
|
Ikhlas
|
·
Sepenuh hati, tidak pamrih
·
Semua perbuatan untuk kebaikan
|
|
Jujur
|
·
Apa yang dilakukan berdasarkan
kenyataan
·
Hati dan ucapannya sama
·
Apa yang dikatakan itu benar
|
|
Sabar
|
·
Tidak mudah marah
·
Tabah menghadapi cobaan
·
Bisa mengendalikan emosi
|
3.
Berdasarkan PP 58 Tahun 2009
Menurut PP 58 Tahun 2009 hanya ada satu
indikator kejujuran yaitu dalam TPP untuk anak usia 5-6 tahun dalam lingkup
perkembangan nilai agama dan moral: Memahami perilaku
mulia (jujur, penolong, sopan, hormat, dsb).
4.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini.
Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini, hanya ada satu indikator kejujuran yaitu: 2.13 Memiliki
perilaku yang mencerminkan sikap jujur
Kurikulum
pendidikan karakter di atas dapat menjadi pedoman atau acuan dalam menerapkan
karakter pada anak di sekolah.
D.
Urgensi Kejujuran, dan contoh – contoh Aplikasinya pada AUD,
1.
Urgensi Kejujuran
Menurut
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI) dilaporkan
bahwa peringkat HDI Indonesia berada di bawah Vietnam pada tahun 2003, 2004 dan
2005. Hal ini merupakan suatu indikator buruknya kondisi social ekonomi,
tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi serta pelayanan sosial pada Bangsa
Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain. Data tentang angka korupsi,
kolusi dan nepotisme juga memperlihatkan bahwa angka korupsi di Indonesia adalah
terburuk ke dua setelah India diantara negara di Asia. Perilaku merusak diri
seperti keterlibatan pada narkoba, ketergantungan pada narkoba, minuman keras,
judi dan tawuran adalah salah satu indikator lain kegagalan pembentukan
karakter.
Tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 mengamanatkan
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara sadar
bangsa Indonesia membangun pendidikan didasari pada akhlak mulia. Berdasar pada
tujuan tersebut maka pendidikan dalam seluruh jalur
dan jenjang seharusnya mengembangkan pembelajaran,
pembiasaan dan keteladanan serta kegiatan dan budaya lembaga PAUD yang kondusif
agar anak menjadi cerdas dan berkarakter mulia. Pendidikan karakter bukan saja
dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat
meningkatkan keberhasilan akademiknya.
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan
pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga
pembentukan karakter atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang
tertib, aman dan sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi
fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan
sejahtera. Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter
sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam
kehidupannya kemudian memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui
pengasuhan dan pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter
sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus
sebagai sifat kebaikan anak sejak kecil.
2. Contoh Aplikasi Untuk
AUD
Menurut Fadillah
(2012:190) jujur bagi anak-anak merupakan hal yang abstrak. Artinya, anak belum
dapat mengerti secara jelas apa itu jujur. Oleh karenanya, sikap jujur ini
hanya dapat dikenalkan dan ditanamkan kepada anak melalui perbuatan yang nyata.
Dalam konteks ini, ketika orangtua maupun pendidik berkata atau berjanji
sesuatu harus ditepati. Jangan sesekali apa yang diucapkan tidak dilaksanakan
sehingga membuat anak menjadi tidak percaya pada apa yang kita ucapkan.
Sifat jujur ini harus
dimiliki oleh setiap manusia, karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip
dasar dari cerminan akhlak seseorang. Jujur juga dapat menjadi cerminan dari
kepribadian seseorang bahkan kepribadian bangsa. Oleh sebab itulah kejujuran
bernilai tinggi dalam kehidupan manusia. Kejujuran banyak dicontohkan langsung
oleh Rasulullah. Dapat kita ambil keteladanan dari Rasul kita Nabi Muhammad
saw. Yang memiliki sifat wajib bagi Rasul, salah satunya “amanat” yang berarti
dapat dipercaya.
Pendidik dapat melatih
anak berperilaku jujur dengan cara bermain peran jual-beli atau orangtua meminta
anak untuk membeli garam, kemudian jika penjuat memberi kembalian yang lebih
kemudian anak diminta nyerahkan uang kembalian dari toko yang masih sisa.
Apabila anak dibiasakan seperti ini, lama-kelamaan anak akan menjadi terbiasa.
E.
Tokoh yang Mencerminkan Kejujuran
Kisah-kisah teladan
memberikan kekuatan dalam pembentukan karakter anak. Banyak anak yang tidak
suka dinasehati, tetapi dengan mendengarkan cerita anak, mereka akan lebih
tertarik. Apalagi jika anak-anak dilibatkan dalam cerita itu. Artinya, anak
tidak sekedar mendengar, tetapi anak diajak diskusi mengenai isi cerita.
Sulhan (2011:142)
mengatakan bahwa jangan pernah menganggap remeh cerita. Orangtua yang mau
meluangkan waktu untuk anaknya dengan bercerita, terutama menjelang tidur, akan
mampu membentuk karakter. Apalagi diimbangi dengan keteladanan dari orangtua.
Apa yang diceritakan oleh orang lain kepada anak mudah untuk diingat. Bahkan,
sampai dewasa pun cerita-cerita yang menarik perhatiannya akan selalu diingat.
Terutaman cerita-cerita yang mengangkat tema moral. Hal itu akan selalu
diingat. Untuk itu orangtua maupun guru dituntut bias bercerita kepada anak
dalam rangka membentuk karakter anak.
Tokoh yang dapat
mencerminkan kejujuran adalah Nabi besar Muhammad S.A.W, berikut kisahnya yang
dapat diringkas menjadi cerita untuk membentuk karakter kejujuran pada anak:
Pedagang
Idola
Sejak kecil, Nabi
Muhammad menjadi pekerja yang gigih dan jujur. Dalam usia enam tahun, sejak
ditinggal oleh ibunya, beliau diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib.
Ketika itu, Nabi Muhammad menggembala kambing. Seletah kakeknya meninggal, Nabi
Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib.
Ketika bersama Abu
Thalib, beliau diajak untuk berdagang. Dalam berdagang, banyak pengalaman yang
didapatkan. Ketika menawarkan dagangannya, Nabi Muhammad selalu mengatakan yang
sebenarnya, tidak pernah mengelabuhi pembelidengan kedustaan. Jika barang
dagangan yang dijualnya itu kualitasnya baik, dikatakan baik. Jika barang
dagangan itu kualitasnya sedang, dikatakan sedang. Jika dagangan itu tidak
baik, dikatakan tidak baik.
Dari kejujuran yang
dilakukan saat berdagang itulah, dagangan Nabi Muhammad laku keras. Bahkan,
dari banyak pedagang yang ada, Nabi Muhammad sangat diidolakan pembeli. Itulah
buah dari kejujuran. Bukan hanya saat berdagang, tetapi dalam hal lainnya, Nabi
Muhammad memang jujur. Sejak kecil ia mendapat julukan al-Amin , artinya “orang yang dapat dipercaya”. Tutur katanya,
tindakannya, dan semua tingkah lakunya selalu jujur.
Dalam hal berdagang,
Nabi Muhammad membawa dagangan Siti Khadijah. Janda cantik yang kaya raya di
Makkah. Hamper semua pedagang membawa barang dagangan dari beliau. Namun dimata
Siti Khadijah, Nabi Muhammad mempunyai nilai lebih dibanding pedagang-pedagang
lainnya. Nabi Muhammad orang yang santun dan jujur. Dari sinilah Siti Khadijah
tertarik dengan kepribadian Nabi Muhammad. Meskipun banyak pemuda yang
menyukainya, Siti Khajidah tetap mengagumi kepribadian Nabi Muhammad.
Pesan:
Jika kita memiliki
sifat jujur, maka kita akan menjadi pemimpin yang dicintai. Kita akan banyak
teman. Apa yang kita ucapkan akan selalu didengar dan dilaksanakan oleh
anggota. Ingat! Jujur adalah modal utama.
BAB III
KESIMPULAN
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang
menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi
ataupun tidak dikurangi. Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan
dengan kenyataan.
Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin.
Kejujuran menjadi penting karena dengan mengakui apa yang kita pikirkan,
rasakan, dan lakukan sebagaimana adanya, seseorang dapat terhindar dari rasa
bersalah yang timbul akibat kebohongan yang ia lakukan.
Menurut
Fadillah (2012:190) jujur bagi anak-anak merupakan hal yang abstrak. Artinya,
anak belum dapat mengerti secara jelas apa itu jujur. Oleh karenanya, sikap
jujur ini hanya dapat dikenalkan dan ditanamkan kepada anak melalui perbuatan
yang nyata. Kejujuran dapat diajarkan kepada anak melaui beberapa cara yaitu: Sebuah
Cerita Sebelum Tidur, Penerapan Keseharian, Pemberitahuan dan Pujian, Uji Coba,
Ssst…, Ada Yang Maha Melihat, Jujur Itu Nikmat.
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan
pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga
pembentukan karakter atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang
tertib, aman dan sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi
fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan
sejahtera. Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter
sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam
kehidupannya kemudian memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui
pengasuhan dan pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter
sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus
sebagai sifat kebaikan anak sejak kecil.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an
Fadillah Muhammad dan Khorida M Lilif.
2011. Pendidikan Karakter AUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
H.R Al Hasan Bin Ali
Ibung,
D. 2009. Mengembangkan Nilai Moral pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.
Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan
Karakter. Jakarta: Kencana.
Lickona, T. 1992. Educating for Character; How Our Schools CanTeach Respeect and
Responsibility. Bantam Books. NewYork. USA.
http://www.akuinginsukses.com/mengajarkan-kejujuran-pada-anak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar