Jumat, 05 Juni 2015

KONSEP KEJUJURAN ANAK USIA DINI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keterpurukan dan jatuh bangunnya suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Francis Fukuyama dalam bukunya “Trust” menyatakan bahwa kekayaan alam bukanlah segalanya dalam menentukan kemajuan bangsa tetapi kualitas hubungan antar manusia yang baik, kepercayaan, tanggung jawab, bekerja keras adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang penting. Para manajer di Amerika Serikat seperti dituliskan  George  Bogs juga menyebutkan bahwa kualitas karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, ketekunan, kerja keras, adalah hal penting yang menentukan keberhasilan seseorang saat masuk di dunia kerja, sementara kualitas intelektual seseorang hanya menyumbangkan 20% keberhasilan seseorang di dunia kerja (Daniel Goleman, 1990).
Menurut Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI) dilaporkan bahwa peringkat HDI Indonesia berada di bawah Vietnam pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Hal ini merupakan suatu indikator buruknya kondisi social ekonomi, tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi serta pelayanan sosial pada Bangsa Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain. Data tentang angka korupsi, kolusi dan nepotisme juga memperlihatkan bahwa angka korupsi di Indonesia adalah terburuk ke dua setelah India diantara negara di Asia. Perilaku merusak diri seperti keterlibatan pada narkoba, ketergantungan pada narkoba, minuman keras, judi dan tawuran adalah salah satu indikator lain kegagalan pembentukan karakter. Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam kehidupannya kemudian memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui pengasuhan dan pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus sebagai sifat kebaikan anak sejak kecil. Thomas Lickona menjelaskan bahwa karakter terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing ), perasaan tentang moral (moral feeling ) dan perilaku bermoral (moral behavior). Artinya, manusia yang berkarakter adalah individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good).
Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dak ketaqwaan kepadaTuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara sadar bangsa Indonesia membangun pendidikan didasari pada akhlak mulia. Berdasar pada tujuan tersebut maka pendidikan dalam seluruh jalur dan jenjang seharusnya mengembangkan  pembelajaran, pembiasaan dan keteladanan serta kegiatan dan budaya lembaga PAUD yang kondusif agar anak menjadi cerdas dan berkarakter mulia. Pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga pembentukan karakter atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Sehingga kesadaran akan pembentukan karakter harus dimulai sejak anak usia dini.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Kejujuran
1.      Pengertian Jujur dan Kejujuran
                                                                 




Pengertian “jujur” dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti lurus hati, tidak curang. Kejujuran (honesty) menurut Zubaedi (2011: 79) adalah kemampuan menyampaikan kebenaran, mengakui kesalahan, dapat dipercaya dan bertindak secara hormat. Sedangkan menurut Fadillah (2012:190) mengatakan bahwa jujur merupakan perilaku yang patuh dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sedangkan menurut QS Al-Maidah ayat: 8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang- orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang- orang yang selalu menegakkan ( kebenaran ) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali- kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah ayat: 8)
  Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi. Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Karena itulah, orang munafik disebutkan sebagai kebalikan orang yang jujur (pendusta).  Kejujuran menjadi penting karena dengan mengakui apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan sebagaimana adanya, seseorang dapat terhindar dari rasa bersalah yang timbul akibat kebohongan yang ia lakukan.
2.      Cara Mengajarkan Kejujuran
Kejujuran perlu diajarkan, dilatih, dan dibiasakan. Mengajari anak sejak dini akan menjadi pembelajaran kehidupan yang berguna bagi masa depan mereka. Belajar kejujuran dari tayangan televisi hanya akan membuat kita miris. Banyak sekali contoh di mana orang jujur malah jadi orang yang disingkirkan. Tapi tentu, itu semua bukan berarti kita tidak bisa mengajarkan kejujuran pada anak-anak. Pepatah yang mengatakan bahwa kejujuran adalah mata uang yang berlaku di negara mana pun tentu juga bukan pepatah usang. Pepatah ini wajib dikenalkan pada anak-anak sejak dini. Semakin dini semakin baik. Dengan contoh langsung dari orangtua, anak bukan lagi meraba akan makna kejujuran, tapi bisa belajar secara transparan tentang nilai tersebut dari orang terdekat mereka. Kemudian, bagaimana cara yang paling efektif untuk mengajarkan kejujuran pada anak? Berikut beberapa cara yang dikutip dari artikel dalam www.akuinginsukses.com tentang cara yang paling efektif untuk mengajarkan kejujuran pada anak:
a.      Sebuah Cerita Sebelum Tidur
Sebuah cerita, dongeng, ataupun cerita kejadian nyata yang diceritakan pada anak-anak sebelum mereka tidur, terutama dalam keadaan mata mereka sedang mengantuk dapat menjadi semacam relaksasi untuk anak. Sebelum tidur, anak-anak dalam keadaan tenang dengan pikiran yang kosong. Saat itu, gelombang pikiran mereka sedang tenang dan jika kita bisa mengisi “alam pikiran” tersebut dengan cerita positif  seperti bertindak jujur.
Mulai dengan mencari cerita-cerita yang menarik, lalu dibacakan pada anak-anak sebelum tidur. Mendengarkan cerita akan membuat pandangan anak menerawang, seolah-olah cerita yang kita ceritakan berubah menjadi film yang menarik untuk anak. Kemudian, pada tahap selanjutnya, ketika anak akhirnya tertidur, sebelum cerita kita habis maka cerita yang kita ceritakan bisa jadi akan masuk ke dalam mimpi. Mimpi itu akan menjadi mimpi yang menyenangkan dan mengandung banyak manfaat untuk anak.
b.       Penerapan Keseharian
Sebuah cerita tentu saja hanya akan menjadi cerita bila kita tidak menerapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak tetap butuh sesuatu yang nyata dalam pandangan mereka, sehingga makna kejujuran tidak lagi abstrak. Untuk itu, mulai lakukan penerapannya dengan kalimat sehari-hari. Tentu, apa yang terucap harus konsekuen dengan apa yang diperbuat. Sebab, terkadang justru kalimat ini yang sulit untuk dipegang. Kita sebagai orangtua harus belajar banyak dalam hal ini.
Misalnya, ketika ada telepon dari seorang yang tidak kita sukai dan kita meminta anak-anak mengangkat atau kebetulan anak kita yang mengangkat telepon itu, jangan pernah meminta anak untuk mengatakan bahwa kita tidak ada di rumah. Kalaupun kita sudah telanjur berdusta dan anak-anak mendengar, ajak mereka bicara. Lalu, jelaskan kenapa hal Itu harus kita lakukan. Sehingga, anak-anak menjadi tahu bahwa kita melakukan suatu hal yang dianggap tidak baik itu karena memang ada hal lebih penting yang harus kita jaga. Misal, yang menelepon itu orang yang ingin menipu.
c.        Pemberitahuan dan Pujian
Pujian tetap menjadi sarana efektif bukan hanya untuk anak-anak, tapi juga untuk orang dewasa. Pujian membawa perasaan tersendiri untuk melakukan hal yang dipujikan lebih baik lagi. Untuk itu, lakukan hal yang bisa mereka terapkan langsung. Tentunya pantauan kita pada keseharian anak-anak penting hingga tahu mana yang salah dengan tingkah mereka dan mana yang harus diberi acungan jempol kita.
Suatu contoh, ketika mereka menemukan sesuatu di meja sekolahnya lalu membawa barang itu pulang. Bisa jadi mereka berteriak kegirangan karena menemukan barang bagus yang tidak mereka miliki di rumah. Jika itu terjadi, beritahu anak-anak untuk mengembalikannya. Tentu, dengan tidak lupa memberi penjelasan secara baik-baik.
Bisa jadi, awalnya mereka tidak paham. Tapi lama-kelamaan mereka pasti paham bahwa barang yang mereka temukan bukan hak milik mereka. Ajarkan mereka untuk mengembalikan pada tempat mereka menemukannya atau memberikan pada guru di sekolah.


d.       Uji Coba
        Ada uji coba yang lebih detail lagi yang harus dilakukan berkaitan dengan kejujuran. Tentu saja pengujian yang paling efektif dan bisa terlihat adalah dalam bentuk hal-hal yang berbau materi. Dan, yang paling nyata adalah dalam bentuk uang. Tujuan jangka panjangnya adalah agar anak-anak kelak di masa dewasanya tahu dengan jelas dan pasti batasan, mana uang yang menjadi miliknya dan mana yang kepunyaan orang lain.
        Coba letakkan uang di atas meja belajar anak. Lalu lihat apa reaksi mereka. Apakah mereka cepat-cepat bertanya uang siapakah itu? Atau mereka diam saja hingga akhirnya kita bertanya? Jika mereka langsung bertanya atau mengambil uang itu dan memberikan pada kita, itu berarti apa yang sudah kita ajarkan benar-benar merasuk ke kepala mereka. Tapi apabila mereka tidak lantas memberitahukan pada kita, jangan langsung menuding mereka tidak jujur. Bisa jadi uang itu tidak terlihat oleh mereka atau jatuh ke kolong meja hingga mereka tidak melihatnya? Atau jumlah uang itu sendiri tidak berarti bagi anak seperti koin seratus perak. Kuncinya, jangan pernah mengecap anak tidak jujur.

e.        Ssst…, Ada Yang Maha Melihat
Kenalkan anak pada keyakinan bahwa meski kita tidak melihat atau orang dewasa lainnya yang dekat mereka saat kita tidak di dekatnya, masih ada yang Maha Melihat yang akan selalu mencatat sikap buruk mereka. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui mereka jujur atau tidak di luar rumah? Percayalah, ketika kita menitipkan anak-anak pada si Pemilik Hidup ketika mereka jauh dari jangkauan kita, maka apa yang mereka lakukan di luar lingkaran prinsip kita pasti akan ditunjukkan pada kita.
f.       Jujur Itu Nikmat
Ada rangkaian kejujuran yang akan terasa nikmat tapi tidak bisa langsung terlihat kenikmatannya. Hal ini juga harus diberikan kesepahaman kepada anak-anak. Yakni, bahwa perbuatan baik dan jujur memang kadang-kadang tak langsung ada hasilnya. Meski begitu, harus diyakinkan bahwa semua pasti ada balasannya. Ceritakan pada anak-anak bagaimana kita dulu melakukan kejujuran, bagaimana reaksi teman sekeliling kita apakah mereka memusuhi atau justru mendekati kita karena kejujuran kita? Cerita-cerita kita di masa lalu akan membuat mereka menjadikan kejujuran bukan lagi sesuatu yang sifatnya abstrak tapi sesuatu yang sifatnya nyata.
B.     Konsep Ketidak Jujuran/Bohong
1.      Pengertian Bohong
Berbohong adalah bagian tak terpisahkan dari hidup kita, dengan mudahnya kita berbohong, setiap hari untuk hal yang tidak penting sekalipun. Untuk membujuk anak supaya makan, untuk mencegah agar anak tidak bermain jauh-jauh, dan sebagainya, tanpa disadari kita telah, mencontohkan anak supaya berbohong, dan tanpa kita sadari anak adalah cermin kita, segala perilakunya adalah refleksi perilaku kita. Menurut kamus bahasa Indonesia bohong adalah tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb) yg sebenarnya. Sedangkan berbohong adaah menyatakan sesuatu yg tidak benar; berbuat bohong; berdusta.
Anak Usia Dinisudah mengenal kebohongan, tapi mereka belum mengetahui bahwa bohong itu salah dan tidak baik.Anak biasanya berbohong tentang menceritakan sesuatu yang tidak nyata atau melebih-lebihkan sesuatu dan yang berbohong untuk  mendapatkan yang mereka mau atau menolak sesuatu, misalnya mengatakan kenyang ketika makan baru satu suapan.

2.      Penyebab ketidakjujuran anak
      Menurut Ibung (2009: 73) alasan anak untuk tidak jujur atau berbohong adalah sebagai berikut :
a.       Ingin menguji kemampuan diri
            Pada usia 3-4 tahun, ketika berbohong mungkin sekali anak sedang menguji kemampuannya dalam berbohong dan apakah ia cukup mampu membohongi orangtuanya. Sayangnya, kebohongan di usia ini umumnya disertai dengan imajinasi yang tinggi. Hal ini sering kali justru menyebabkan kebohongan mereka terbongkar karena terlalu tidak masuk akal.
b.      Keinginan untuk memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri
            Dengan berbohong, anak akan menjadi memiliki kesempatan untuk berkuasa atas dirinya sendiri dan memiliki kesempatan menghindar dari hukuman orang tuanya.
c.       Menutupi ketidaktahuannya bahwa ia telah berbuat sesuatu yang “buruk” atau tidak baik
            Bentuk ini juga dapat disamakan dengan bentuk perlindungan diri untuk menghindar dari tanggung jawab atas perbuatan “buruk” yang telah dilakukannya, namun tidak disengaja.
d.      Bentuk perlindungan diri
            Cara ini digunakan untuk meluapkan sesuatu yang tidak menyenangkan yang pernah ia alami.
e.       Kurang percaya diri
            Biasanya anak yang tidak percaya diri cenderung akan mencari perhatian dan pujian melalui cara-cara yang tidak wajar.

3.      Bentuk Ketidak jujuran anak
      Menurut Ibung (2009: 71) berbohong bisa dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu :
a.       Memutarbalikkan keadaan
Anak memutarbalikkan keadaan untuk  mendapatkan yang mereka mau atau menolak sesuatu, misalnya mengatakan kenyang ketika makan baru satu suapan.
b.      Melebih-lebihkan
Dimana anak menceritakan sesuatu dengan mengombinasikan antara kebenaran dan khayalannya
c.       Membual
Anak menceritakan sesuatu yang tidak ia lakukan atau tidak ia alami, dengan seolah-olah ia sendiri yang mengalami atau merasakannya
d.      Melepas tanggung jawab dengan melemparkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. termasuk di dalamnya adalam fitnah.
            Ketidakjujuran atau kehobongan yang dilakukan anak karena mereka punya alasan seperti yang telah dipaparkan di atas yaitu ingin menguji kemampuan diri, keinginan untuk memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri, menutupi ketidaktahuannya bahwa ia telah berbuat sesuatu yang “buruk” atau tidak baik. Bentuk perlindungan diri, kurang percaya diri.


C.    Indikator-indikator Jujur AUD
Membangun watak anak bangsa tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, bukan berarti tidak bisa. Untuk membangun watak manusia, kita perlu mengikuti jejak perilaku Rasulullah Muhammad sebagai panutan umat. Beliau memiliki karakter yang harus diteladani. Karakter tersebut ialah sidiq, yang artinya benar/jujur, amanah yang artinya dapat dipercaya, tabligh yang artinya menyampaikan kebenaran, dan fathanah artinya cerdas.
Selanjutnya, pembangunan karakter perlu dijabarkan lebih terperinci. Agar lebih mudah dipantau dan dinilai, maka perlu adanya indikator.
1.      Berdasarkan pedoman pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini oleh direktorat pembinaan pendidikan anak usia dini, direktorat jenderal pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal, kementrian pendidikan nasional (2012) terdapat sembilan indikator untuk nilai atau karakter kejujuran yaitu:
a)      Anak mengerti mana milik pribadi dan milik bersama
b)      Anak merawat dan menjaga benda milik bersama
c)      Anak terbiasa berkata jujur
d)     Anak terbiasa mengembalikan benda yang bukan miliknya
e)      Menghargai milik orang lain
f)       Mau mengakui kesalahan
g)      Mau meminta maaf dan memaafkan teman yang berbuat salah
h)      Menghargai keunggulan orang lain
i)        Tidak menumpuk mainan atau makanan untuk diri sendiri.

2.      Berdasarkan Indikator Pembangunan Karakter
     Berdasarkan Indikator Pembangunan Karakter yang disampaikan Sulhan dalam bukunya pendidikan berbasis karakter (2011: 12):
Karakter Rasulullah
Penjabaran Karakter dalam Kehidupan
Indikator
Sidiq
Benar
·         Berpijak pada ajaran Al-Qur’an dan hadis
·         Berangkat dari niat yang benar
Ikhlas
·         Sepenuh hati, tidak pamrih
·         Semua perbuatan untuk kebaikan
Jujur
·         Apa yang dilakukan berdasarkan kenyataan
·         Hati dan ucapannya sama
·         Apa yang dikatakan itu benar
Sabar
·         Tidak mudah marah
·         Tabah menghadapi cobaan
·         Bisa mengendalikan emosi

3.      Berdasarkan PP 58 Tahun 2009
Menurut PP 58 Tahun 2009 hanya ada satu indikator kejujuran yaitu dalam TPP untuk anak usia 5-6 tahun dalam lingkup perkembangan nilai agama dan moral: Memahami perilaku mulia (jujur, penolong, sopan, hormat, dsb).
4.      Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, hanya ada satu indikator kejujuran yaitu: 2.13 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap jujur

      Kurikulum pendidikan karakter di atas dapat menjadi pedoman atau acuan dalam menerapkan karakter pada anak di sekolah.

D.    Urgensi Kejujuran, dan contoh – contoh Aplikasinya pada AUD,
1.      Urgensi Kejujuran
Menurut Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI) dilaporkan bahwa peringkat HDI Indonesia berada di bawah Vietnam pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Hal ini merupakan suatu indikator buruknya kondisi social ekonomi, tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi serta pelayanan sosial pada Bangsa Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain. Data tentang angka korupsi, kolusi dan nepotisme juga memperlihatkan bahwa angka korupsi di Indonesia adalah terburuk ke dua setelah India diantara negara di Asia. Perilaku merusak diri seperti keterlibatan pada narkoba, ketergantungan pada narkoba, minuman keras, judi dan tawuran adalah salah satu indikator lain kegagalan pembentukan karakter.
Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara sadar bangsa Indonesia membangun pendidikan didasari pada akhlak mulia. Berdasar pada tujuan tersebut maka pendidikan dalam seluruh jalur dan jenjang seharusnya mengembangkan  pembelajaran, pembiasaan dan keteladanan serta kegiatan dan budaya lembaga PAUD yang kondusif agar anak menjadi cerdas dan berkarakter mulia. Pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga pembentukan karakter atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam kehidupannya kemudian memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui pengasuhan dan pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus sebagai sifat kebaikan anak sejak kecil.

2.      Contoh Aplikasi Untuk AUD
Menurut Fadillah (2012:190) jujur bagi anak-anak merupakan hal yang abstrak. Artinya, anak belum dapat mengerti secara jelas apa itu jujur. Oleh karenanya, sikap jujur ini hanya dapat dikenalkan dan ditanamkan kepada anak melalui perbuatan yang nyata. Dalam konteks ini, ketika orangtua maupun pendidik berkata atau berjanji sesuatu harus ditepati. Jangan sesekali apa yang diucapkan tidak dilaksanakan sehingga membuat anak menjadi tidak percaya pada apa yang kita ucapkan.
Sifat jujur ini harus dimiliki oleh setiap manusia, karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip dasar dari cerminan akhlak seseorang. Jujur juga dapat menjadi cerminan dari kepribadian seseorang bahkan kepribadian bangsa. Oleh sebab itulah kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia. Kejujuran banyak dicontohkan langsung oleh Rasulullah. Dapat kita ambil keteladanan dari Rasul kita Nabi Muhammad saw. Yang memiliki sifat wajib bagi Rasul, salah satunya “amanat” yang berarti dapat dipercaya.
Pendidik dapat melatih anak berperilaku jujur dengan cara bermain peran jual-beli atau orangtua meminta anak untuk membeli garam, kemudian jika penjuat memberi kembalian yang lebih kemudian anak diminta nyerahkan uang kembalian dari toko yang masih sisa. Apabila anak dibiasakan seperti ini, lama-kelamaan anak akan menjadi terbiasa.

E.     Tokoh yang Mencerminkan Kejujuran
Kisah-kisah teladan memberikan kekuatan dalam pembentukan karakter anak. Banyak anak yang tidak suka dinasehati, tetapi dengan mendengarkan cerita anak, mereka akan lebih tertarik. Apalagi jika anak-anak dilibatkan dalam cerita itu. Artinya, anak tidak sekedar mendengar, tetapi anak diajak diskusi mengenai isi cerita.
Sulhan (2011:142) mengatakan bahwa jangan pernah menganggap remeh cerita. Orangtua yang mau meluangkan waktu untuk anaknya dengan bercerita, terutama menjelang tidur, akan mampu membentuk karakter. Apalagi diimbangi dengan keteladanan dari orangtua. Apa yang diceritakan oleh orang lain kepada anak mudah untuk diingat. Bahkan, sampai dewasa pun cerita-cerita yang menarik perhatiannya akan selalu diingat. Terutaman cerita-cerita yang mengangkat tema moral. Hal itu akan selalu diingat. Untuk itu orangtua maupun guru dituntut bias bercerita kepada anak dalam rangka membentuk karakter anak.
Tokoh yang dapat mencerminkan kejujuran adalah Nabi besar Muhammad S.A.W, berikut kisahnya yang dapat diringkas menjadi cerita untuk membentuk karakter kejujuran pada anak:

Pedagang Idola
Sejak kecil, Nabi Muhammad menjadi pekerja yang gigih dan jujur. Dalam usia enam tahun, sejak ditinggal oleh ibunya, beliau diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Ketika itu, Nabi Muhammad menggembala kambing. Seletah kakeknya meninggal, Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib.
Ketika bersama Abu Thalib, beliau diajak untuk berdagang. Dalam berdagang, banyak pengalaman yang didapatkan. Ketika menawarkan dagangannya, Nabi Muhammad selalu mengatakan yang sebenarnya, tidak pernah mengelabuhi pembelidengan kedustaan. Jika barang dagangan yang dijualnya itu kualitasnya baik, dikatakan baik. Jika barang dagangan itu kualitasnya sedang, dikatakan sedang. Jika dagangan itu tidak baik, dikatakan tidak baik.
Dari kejujuran yang dilakukan saat berdagang itulah, dagangan Nabi Muhammad laku keras. Bahkan, dari banyak pedagang yang ada, Nabi Muhammad sangat diidolakan pembeli. Itulah buah dari kejujuran. Bukan hanya saat berdagang, tetapi dalam hal lainnya, Nabi Muhammad memang jujur. Sejak kecil ia mendapat julukan al-Amin , artinya “orang yang dapat dipercaya”. Tutur katanya, tindakannya, dan semua tingkah lakunya selalu jujur.
Dalam hal berdagang, Nabi Muhammad membawa dagangan Siti Khadijah. Janda cantik yang kaya raya di Makkah. Hamper semua pedagang membawa barang dagangan dari beliau. Namun dimata Siti Khadijah, Nabi Muhammad mempunyai nilai lebih dibanding pedagang-pedagang lainnya. Nabi Muhammad orang yang santun dan jujur. Dari sinilah Siti Khadijah tertarik dengan kepribadian Nabi Muhammad. Meskipun banyak pemuda yang menyukainya, Siti Khajidah tetap mengagumi kepribadian Nabi Muhammad.
Pesan:
Jika kita memiliki sifat jujur, maka kita akan menjadi pemimpin yang dicintai. Kita akan banyak teman. Apa yang kita ucapkan akan selalu didengar dan dilaksanakan oleh anggota. Ingat! Jujur adalah modal utama.


BAB III
KESIMPULAN
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun tidak dikurangi. Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Kejujuran menjadi penting karena dengan mengakui apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan sebagaimana adanya, seseorang dapat terhindar dari rasa bersalah yang timbul akibat kebohongan yang ia lakukan.
 Menurut Fadillah (2012:190) jujur bagi anak-anak merupakan hal yang abstrak. Artinya, anak belum dapat mengerti secara jelas apa itu jujur. Oleh karenanya, sikap jujur ini hanya dapat dikenalkan dan ditanamkan kepada anak melalui perbuatan yang nyata. Kejujuran dapat diajarkan kepada anak melaui beberapa cara yaitu: Sebuah Cerita Sebelum Tidur, Penerapan Keseharian, Pemberitahuan dan Pujian, Uji Coba, Ssst…, Ada Yang Maha Melihat, Jujur Itu Nikmat.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik serta perilaku anak, sehingga pembentukan karakter atau akhlak mulia dapat membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera, maka nilai-nilai karakter (akhlak mulia) menjadi fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk berkarakter sesuai dengan fitrah penciptaan manusia saat dilahirkan, akan tetapi dalam kehidupannya kemudian memerlukan proses panjang pembentukan karakter melalui pengasuhan dan pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pendidikan karakter sebagai usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, perlu ditanamkan terus sebagai sifat kebaikan anak sejak kecil.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Fadillah Muhammad dan Khorida M Lilif. 2011. Pendidikan Karakter AUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
H.R Al Hasan Bin Ali
Ibung, D. 2009. Mengembangkan Nilai Moral pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo  Kelompok Gramedia.
Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
Lickona, T. 1992. Educating for Character; How Our Schools CanTeach Respeect and
Responsibility. Bantam Books. NewYork. USA.
http://www.akuinginsukses.com/mengajarkan-kejujuran-pada-anak/




 


untitled(2)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar